Islam berkembang tidak dengan pedang (2)

Oleh: Aidil Heryana, S.Sosi
dakwatuna.com - "Celakalah Khalid. Semoga tuhan Romawi melaknatnya. "Sumpah serapah itu keluar dari mulut Argenta seraya menarik talikekang kudanya meninggalkan medan perang yang masih berdebu.Samar-samar terlihat ribuan tentara Romawi mulai mengambil langkah seribu.
Argenta masih terengah-engah menahan lelah setelah seharian bertempur.Jiwanya masih terguncang menghadapi kenyataan pahit kekalahanpasukannya, ditambah lagi sebuah peristiwa tragis masih membekas dipelupuk matanya. Ketika Argenta harus menyudahi duel mautnya melawanorang yang selama ini amat disegani, seorang jenderal, panglima perangsekaligus seorang sahabat yang selama ini menjadi atasannya. GregoriusTheodorus, panglima Romawi yang menjadi muslim tewas di ujung pedangbawahannya sendiri, Argenta.
"Lari, ini instruksi Kaisar Heraklius!!! Kita harus mundur ke Armenia.Berlindung dengan pasukan panah." Margiteus resah. Topi besi yangmenutupi kepalanya melorot sepertiganya. Upaya evakuasi itu sungguhmelelahkan.
"Apa yang terjadi dengan Gregorius?"
"Dia sudah mati."
"Oh, malang benar orang itu."
Dia seorang muslim," imbuh Margiteus getir sambil mengusap-usap pedangpanjangnya.
"Hah, mustahil. Mana mungkin! Dia seorang Kristiani yang taat."
"Aku telah membunuhnya. " Argenta terduduk lesu
"Cuma aku kesal dan menyesal, kenapa bisa seorang panglima ulung yangpernah dimiliki bangsa Romawi harus mati di ujung mata pedangku."
"Siapa yang akan menggantikannya? "
"Wardan."
"Hah!!? Orang itu tahu apa tentang perang!" Argenta merasa sangat kecewa.
"Dia veteran perang wilayah tengah dulu. Kaisar Heraklius yang memberirestu."
"Bodoh benar! Kenapa posisi strategis diberikan kepada veteran yangsakit. Orang itu tahunya cuma bagaimana bisa kabur. Si Pengecut itumana mungkin mampu menahan gempuran pedang orang Islam."
Bunga-bunga api terpecik dari ranting kering yang coba disulutArgenta. Bara api menjalar-jalar hampir menyentuh sepatu kulitlembunya yang berdebu tebal.
"Kita pernah menaklukkan sepertiga dunia. Tapi kita kalah dariorang-orang Khalid yang berperang tanpa baju besi. Ini salah siapa?Merekakah yang kuat atau kita terlalu lemah!?"
"Mereka tak takut mati. Mereka menyukai mati seperti halnya kitamenyukai hidup ini."
"Kau pernah melihat Khalid."
"Pernah. Dua kali. Pertama sewaktu aku melakukan tugas pengintaian diParsi. Kedua saat dia bertarung dengan Gregorius sebelum dia memelukIslam."
"Berjanjilah atas kebenaran wahai sahabatku, Margiteus. Apakah begitugagah manusia bernama Khalid itu?"
"Pernahkah kau mendengar cerita para tentara Romawi mengenai kegagahanKhalid." Margiteus tersenyum getir. Dia menghela nafas, lesu sambilmelempar pandangan jauh ke gugusun bintang-bintang yang menghiascakrawala.
Argenta mengerutkan keningnya. Rasa ingin tahunya menyelinap keseluruh penjuru batok kepalanya. Menumbuhkan tanda tanya.
"Tuhan mereka telah menurunkan sebilah pedang dari langit kepada NabiMuhammad lalu diserahkannya kepada Khalid. Dan setiap kali Khalidmenarik pedangnya dia menjadi perwira tidak terkalahkan. Tiada lawanyang dapat mengalahkannya sehingga mendapat gelar `Pedang Allah' dariNabinya."
Argenta terpana sendirian. Kagumnya menelusup mendengar cerita-ceritayang selama ini menjadi gunjingan teman-teman seperjuangannya. Malahmenjadi igauan para kaisar di imperium Romawi.
Bagaimanakah para tentara Parsi yang berbesi pemberat di kaki, agarmereka tidak lari dari medan perang, namun bisa hancur luluh olehpasukan Khalid? Dia telah menguasai jalur perniagaan di kota Tadmurdan menguasai Qaryatain di wilayah Homs. Kemudian satu persatu wilayahSyria jatuh ke tangan mereka. Hawarin, Tsaniat-Iqab dan Busra. Semualebur. Porak poranda. Hancur. Pasukan semut menumpaskan bala tentaragajah. Musibah apakah yang tengah menimpa imperiumku ini?
"Pedang Allah, dongengmu memang hebat. Mungkin hanya aku seorang dariribuan pejuang Romawi yang tidak mempercayainya. " Ketus Argentamenahan amarah. Margiteus sudah bangun dari tidurnya, dia menyarungkanpedangnya ke sisi kuda perang yang tengah asyik memamah santapanrumput hijau. Margiteus tampak lesu. Mungkin sesuatu yang berat sedangdipikirkan. Episode perang esok, entah apa yang akan terjadi?
***
Perang di bumi Yarmuk bertambah hebat tatkala masuk hari kedua. Adaprestise yang perlu dipertahankan. Pasukan perang Romawi sekuat tenagamempertahankan Syria, wilayah kekuasaannya di sebelah timur. Sementarapara pejuang Islam membawa misi membebaskan Syria dari cengkeramanpejajahan Romawi di samping tugas berat menyebarkan dakwah Islamiah.
Khalid dengan lantang menggelorakan semangat jihad. Semangat jihadyang bagaikan suatu keajaiban telah dapat mengalahkan 240.000 pasukanRomawi walau hanya dengan kekuatan 39.000 tentara Islam yang beraniberkorban demi agama mereka.
Argenta menjadi gentar dan seperti tak bernyali lagi menghadapikehebatan tentara Islam yang terus menggempur, menyerbu dan merangsekbagaikan air bah yang pantang surut. Namun bukan berjiwa ksatrianamanya kalau harus menerima begitu saja kenyataan pahit itu. TatkalaArgenta merasakan ada titik-titik kelemahan dari tentara Islamdisitulah upaya serangan balik dilakukan. Mereka menghantam sayap kiridan sayap kanan barisan kaum muslimin. Sementara pertempuran semakinmemanas, Margiteus seperti tak terlihat kehadirannya di sana, dialenyap dalam hiruk pikuk Yarmuk.
"Wahai tentara Romawi, rekan-rekanku pembela kaisar yang setia. Perangini adalah perang tanding satu tentara Khalid lawan enam pasukanRomawi. Kalian bukan anak-anak Romawi kalau mati di tangan mereka yangsedikit dan lemah itu." Argenta meniup semangat pasukannya.
Medan pertempuran semakin bergolak, kepulan debu, dentingan pedangseakan tak pernah berhenti. Sesekali terdengar jeritan satu duatentera meregang nyawa, dalam erangan panjang yang memilukan. Ya!Perang memang sesuatu yang kejam, seperti tak ada ruang untuk diberibelas kasihan. Benarlah, dalam perang rasa kemanusiaan seakan sudah mati!
"Kaisar Heraklius melarikan diri ke Constantinople. " Teriak salahseorang tentara Romawi di tengah berkecamuknya perang itu. Launganteriakan itu timbul tenggelam seakan ditelan kalutnya pertempuran,nyaris tidak diketahui dari mana asal suara itu. Hal ini menjadihantaman dahsyat yang meredupkan semangat juang para tentara Romawi.Seorang Kaisar merangkap panglima tertinggi melarikan diri! Tragis!!!Suatu tindakan sangat pengecut, setidaknya itu yang ada di benak Argenta.
Dampaknya mulai terasa, luar biasa. Tentara Romawi mulai gentar.Mereka tidak lagi memiliki garis komando di medan tarung itu. Dayatempur merosot drastis. Mereka mulai berhitung bila melanjutkanperang, nyawa melayang atau menjadi tawanan tentara Islam. Akhirnyabanyak diantara mereka yang memilih undur diri. Nyawa lebih penting!
"Bukan kaisar saja yang begitu. Semua panglima sama saja. Membiarkantentaranya bertempur di barisan depan. Sementara mereka mengambilposisi di barisan belakang. Mereka dapat dengan leluasa melarikandiri. Mengapa mereka menjadi penakut seperti itu. Ingat! Kita berjuangdemi Romawi dan diri kita sendiri. Bukan demi Kaisar." Argentamemprotes semangat pasukan Romawi yang mulai luntur.
"Jangan coba-coba durhaka kepada Kaisar. Kaisar banyak tugas yangharus ditunaikan. Kita dalam keadaan terjepit sekarang. Tidak ada yangmengatur strategi. Apatah lagi mendeteksi taktik musuh dan memompasemangat para tentara. Kita terpaksa mundur juga." Sergah seorangtentara menegur Argenta yang merasa kecewa. Rasa iba muncul dalamdirinya. Diakui memang sukar mencari tipikal prajurit Romawi sekaliberArgenta kini. Tapi apalah daya, sedangkan Kaisar sendiri melarikandiri. Apalah yang diharapkan para tentara kini, yang mereka tahu hanyamenjunjung perintah. Tanpa jati diri yang teguh.
"Perhatian! Perhatian! Tentara Khalid menyerang dari belakang!"Teriakan itu membuyarkan lamunan para tentara Romawi itu. Argentamulai beringsut dibelakang kuda warna coklat gelap, mencoba membalapkuda tentara tersebut.
"Lihat di medan sana." Argenta menoleh sambil memastikan letak yangditunjuk itu. Dari kejauhan peperangan masih berlangsung walaupuntidak sehebat tadi karena banyak tentara Romawi yang sudah melarikandiri. Yarmuk bergolak lagi.
"Kenapa? Ada apa?"
"Lihatlah manusia yang paling di depan di kalangan mereka. ItulahKhalid." Bola mata Argenta gesit membidik sasarannya. Terekamkegagahan Khalid di kelopak matanya. Khalid sedang melaju dengankudanya. Paling terdepan dan paling piawai berkuda. Dia menangkissetiap hambatan di depannya sambil melaungkan kalam Allah, mengobarkanjihad para pejuangnya. Dia menebas leher-leher musuh. Baginya takmengenal kamus mundur atau pun takut. Mengapa tidak ada perwira Romawiseperti dia?"
"Ketua mereka bertempur paling depan tetapi mengapa bukan Kaisarkuyang bertempur paling depan. Inikah yang dikatakan pembela rakyat danpenerus imperium Romawi. Kini tidak saja terdengar kebobrokanorang-orang Istana di Eropa, tapi juga semuanya telah menular keseluruh pelosok dunia. Pemerintahan Tiranik! Pemeras airmata dan darahrakyat. Apakah ini balasan Tuhan kepada imperium Romawi?"
Tanpa sadar air mata Argenta menetes. Inilah perasaan terhina yangbaru pertama kalinya dirasakan. Kecintaannya kepada Romawi sangattinggi. Ketaatannya kepada Kaisar tiada berbagi. Mengapa harus dibayarpengorbanan para tentaranya dengan sikap pengecut para atasannya. Kudadipacu Argenta secepat-cepatnya. Biarlah kesengsaraan ini harusditanggung terbang bersama deru angin. Dia pasrah. Samar-samarterlihat kota Damascus berdiri megah. Apakah kota ini sekokoh dulu?Argenta makin terbawa dalam lamunannya.
Pasukan Romawi kalah telak di tangan kaum muslimin. Mereka kehilangan50,000 orang tentaranya. Rata-rata mereka mencari perlindungan diDamascus, Antokiah dan Caesarea serta ada juga yang turut maburbersama Kaisar Heraklius ke Constantinople. Pertempuran sehari itumeninggalkan satu catatan buruk dalam sejarah perang Romawi yang sulitdihapus dalam sejarahnya. Mereka harus bertekuk lutut dengan pasukanyang bilangannya jauh kecil dengan peralatan perang yang jauhtertinggal dibanding mereka.
***
Pasukan Romawi semakin terdesak. Kota Damascus dengan mudah jatuh kepangkuan kaum muslimin. Kota itu diserbu tatkala Raja Jabala IV mengadakan jamuan kelahiran anak lelakinya. Khalid bersama beberapaorang tentara Islam berhasil memanjat tembok kota sekaligus membukapintu gerbang al-Syarqi dan al-Jabiat. Panglima Vartanius yangmengepalai tentara Romawi di Kota Damascus terpaksa melarikan diri keHoms bersama sisa-sisa tentaranya. Raja Jabala IV terpaksa mengirimutusan damai dan memilih membayar jizyah kepada kaum muslimin. Argentamelarikan diri ke Antokiah.
"Argenta, ada surat dari sahabatmu, Margiteus," Seorang lelaki yangtelah berumur memberikan sepucuk surat kepada Argenta. Langsung wajahMargiteus membayangi hampir seluruh pikirannya di pagi yang cerah diAntokiah. Bukankah Margiteus sudah ditawan di Yarmuk dulu? Dia masihbelum mati?
Argenta,
Sungguh pun surat ini mungkin menimbulkan tanda tanyamu tapipercayalah aku di sini senantiasa sehat dan sentosa di bawah lindunganAllah.
Aku masih hidup. Aku tidak seburuk yang kau gambarkan. Aku diberimakan sebagaimana makanan mereka. Aku tidak dikuliti atau dibelenggukaki dan tangan untuk diinterogasi. Mungkin dengan inilah menyebabkanaku mengenal Allah swt yaitu Tuhanku dan juga Tuhanmu walau waktunyamungkin sangat singkat.
Sahabatku, aku tidak dalam tekanan. Aku tidak dalam keadaan dipaksasebagaimana biasa dilakukan pemerintah Romawi yang menyeret paksarakyat dengan kuda karena menunggak pajak. Ada ketenangan di sinisehingga aku bisa mengenal siapa sesungguhnya diriku, tujuan hidup danagamaku yang satu. Semuanya jelas dan terbentang indah di benaksanubari ini.
Argenta,
Khalid tidak sekejam yang kau gambarkan. Dia mungkin keras dan garangdi medan juang. Tapi dia masih mampu mengulur roti kepada tawanan yangtahu arti menghormati. Raut mukanya tenang menyiratkan keteduhanjiwanya, hal itulah yang membuat siapa saja tidak menyangka kalau diaitu Khalid, panglima Islam paling agung. Percayalah!
Kau ingat juga kan dongeng tentang Khalid? Pedang yang kononditurunkan dari langit. Itu semua dusta. Mungkin itu hanya cerita parapenakut yang muncul dari para lawan tarungnya setiap kali berhadapandengan pedangnya. Pedang Khalid hanya besi yang ditempa seperti pedanglain. Tidak ada yang istimewa. Khalid dahulu juga seperti kita. Diapenentang Islam dan Rasulnya. Setelah mendapat hidayah dia beriman.Gelar Pedang Allah hanyalah doa Nabi Muhammad ke atasnya bahwa diaadalah pedang di antara sekian banyak pedang Allah, terhunus buatmenghadapi orang musyrik. Nabi Muhammad mendoakan agar Khalidsenantiasa menang di setiap perang yang diikutinya.
Argenta,
Kau tentu bertanya apa yang menyebabkan aku memilih Islam. Bukan sajakarena kebenaran ajarannya tetapi karena keluhurannya. Aku bertanyapada Khalid. Bagaimana kedudukanku seandainya aku memeluk Islamdibanding dengan dirinya yang sudah bertahun-tahun memeluk Islam.Jawabannya sama saja di sisi Allah malah mungkin lebih mulia darinyasebaik ungkapan syahadah di bibir dan diyakini di dalam hati. Akusungguh takjub. Sampai sebegitukah? Tanyaku mana mungkin jadi sepertiitu. Kata Khalid dia pernah hidup bersama Nabi dan menyaksikankeajaiban dan petanda keRasulan dan kebenarannya sedangkan orangsetelahnya dapat menerima Islam walaupun tidak pernah menyaksikan danberjumpa dengan Baginda, maka tentunya dia lebih mulia.
Mungkin kau menuduhku sebagai pengagum Khalid. Mungkin tuduhanmu itubenar. Tapi percayalah aku mengagumi perjuangannya bukan jasadnya.Cintanya sangat tinggi kepada Allah dan Rasulnya. Itulah yangmembuatnya tidak gentar menghadapi musuh. Dia ingin benar mati dimedan perang. Tidak seperti kita yang sungguh takut akan kematiankarena kecintaan kepada dunia ini. Aku bertanya-tanya. Kalau begitulahkondisi Khalid. Tentu sungguh agung sekali agama dan pegangan yangdianutnya. Dia setia, jujur, luhur, optimis dan seorang genius perang.Sesuatu yang sukar dicari dalam diri kita sendiri.
Argenta,
Sudilah aku menyeru kepadamu ke jalan kebenaran yang hakiki. Aku tahuselama ini kau dibelenggu ketaatan kepada Romawi. Aku masih sayangakan Romawi seperti juga kau. Islam tidak memisahkan kita denganRomawi. Islam bukannya milik bangsa Arab. Di sini aku ketemuorang-orang hitam dari benua Afrika yang selama ini kita anggap hanyalayak mengangkat tahi para petinggi kita, atasan kita. Di sinisegalanya sama lantas inilah yang menyadarkan aku tentang artikemuliaan insan yang tidak kita temui di Romawi.
Kita tetap sahabat. Agamaku tidak memutuskan rasa kasihku kepadamu.Kau tetap seorang sahabat yang akan ku kenang selagi hayat ini dikandung badan. Cuma aku harap persahabatan ini lebih manis kiranyadapat kau membuka hatimu menerima hidayah-Nya. Semoga Allah menemukankita, sahabat. Wassalam.
Margiteus
Argenta meremas surat itu di tangan. Ada kepedihan menjalar ke uluhatinya. Sakit dan perih. Apakah ini benteng egoisme paling tinggiyang berusaha ditahannya atau gelombang pembelotan dari sahabatsejatinya. Argenta mengepalkan tangan membiarkan tulang temulangjarinya berderap.
***
Pasukan Islam menuju utara Syria yang dipertahankan Kaisar Heraklius.Kota Homs jatuh bertekuk lutut sebagaimana pasukan Romawi di Balbekditumpas abis. Bertempurlah kaum muslimin di kota Aleppo yang terkenalsangat tangguh pertahanannya selama berabad-abad. Allah menolong kaummuslimin dengan kemenangan yang dijanjikan-Nya. Pasukan Romawiakhirnya mundur ke benteng terakhir di Antokiah. Tentara Romawidiperintah membuat serangan habis-habisan mempertahan kota. Merekadigempur habis-habisan oleh pasukan Khalid.
Argenta memerah keringat di medan perang. Dia mengayunkan pedangnyasesuka hati. Tidak berpikir lagi sabetan itu kena musuh atau kawan.Hatinya terbagi dua. Satu sisi terbetik di hatinya kebenaran kata-kataMargiteus tetapi egoismenya masih mengatasi segala-galanya.
"Argenta! Kuasa Allah telah menemukan kita." Argenta menoleh.Ditatapnya manusia di hadapannya. Gagah dengan (niqob) cadar hitamnya.Darah yang mengalir di sekitar kening menyulitkannya mengenal denganpasti orang bercadar itu. Pedang berukir matahari menyadarka tandatanya Argenta.
"Kau Margiteus"
"Apa kabar sahabatku." Margiteus tersenyum menatap sahabatnya. Argentamerasa terpukul dengan ketenangan yang tergambar di wajah sahabatnyaitu. Nampak jelas dia bahagia sekali dengan kehidupannya kini. Penuhkeyakinan.
"Pembelot, kau mengkhianati bangsa Romawi," Argenta berusaha memancungkepala Margiteus. Margiteus tenang menahan diri. Mereka saling beradupedang. Sesekali pedang mereka bersilang. Margiteus dengan tenangterus mendakwahi sahabatnya.
"Berimanlah kepada Allah, sahabatku. Kau bis berdamai dengan pihakIslam bila bersepakat membayar jizyah kecali bila tidak mampumembayarnya. Kami berjanji akan memberimu perlindungan. Kau tetapmenjadi sahabatku. Romawi tetap megah bahkan akan lebih bersinardengan cahaya Islam."
"Diam, pembelot!" Argenta naik pitam. Mereka bertarung hingga melelahkan.
"Jangan menipu diri sendiri Argenta. Jangan mendustai hidayah yangAllah turunkan padamu. Apakah akan kau biarkan rasa congkak dan egomumenguasai dirimu?" Margiteus tidak putus-putus mendakwahi.
"Percayalah ucapanku. Kebenaran itu sudah kau temukan dalam dirimu.Cuma kau masih ragu-ragu padahal dia sudah jelas di depan mata.Lihatlah dunia yang kita arungi ini. Adakah karena Romawi megahseperti yang kau banggakan. Adakah karena Romawi yang dibohongi denganmitos dan kemustahilan menyekat nur ilahi yang ada pada dirimu.Bangunlah sahabat."
"Tutup mulutmu atau aku akan penggal kepalamu menjadi makanananjing-anjing Kaisar," amuk Argenta semakin menjadi-jadi. Dia seakantengah melawan rasa bersalah yang dipendamnya. Benarkah dia membohongidirinya. Kalau dia benar mengapa hatinya memberontak. Menjerit memintakebebasan dan kebenaran. Ahc, aku benci semua ini!
Dalam keadaan termangu-mangu pedang Argenta terdesak ke tepi. Memberipeluang terbuka bagi Margiteus untuk menebas kepala Argenta. Argentaterbeliak memperhatikan mata pedang Margiteus jatuh tepat di hadapanmukanya. Tangan Margiteus menggigil. Dia berusaha mengelak dan inimemberi peluang kepada Argenta mencuri kemenangan. Perut Margiteusditusuk hingga tembusi ke belakang badannya. Darah memuncrautbersimbah ke muka Argenta. Rasa sesal menjalar merasuki naluriArgenta. Lantas dia merangkul Margiteus yang hampir tersungkur.Kedua-duanya melemah. Lesu.
"Lepaskan saja aku, Argenta. Uhhc. . Bukankah aku pembelot Romawi danmengkhianati persahabatan kita?"
"Kau dapat memancung kepala aku tadi. Mengapa tidak kau lakukan? Akulebih rela mati. Aku merasa sungguh bosan dan benci diriku sendiri."
"Tahukah kau dalam Islamc membunuh seorang manusia itu bagaikanmembunuh seluruh umat manusia. Kami dibenarkan membunuh orang yangmenentang agama kami secara kekerasan. Itupun kepada yang mengangkatsenjata. Tidak boleh terjadi pembunuhan terhadap anak-anak, wanita danorang tua serta yang uzurc. Ohhh"
"Akulah yang menentang kau dan agamamu. Mengapa kau tidak membunuhkusaja."
"Apakah ada pedang Romawi yang paling berat melainkan pedangku ini.Pedang yang terpaksa aku jauhkan dari leher seorang sahabat sejati.Betapa pedih kau mendustai dirimu, tapi lebih pedih lagi diriku yangmemikirkan persahabatan ini. Aku tak mampu menyisihkannya. Aku berdosaterhadap agamakuc Allahhhc"
"Tidak, Margiteus. Agamamu adalah kebenaran yang ku cari. Cuma akukhawatir kau sudah melupakan persahabatan kita. Aku terlalu egois. Akumenipu diriku sendiri! Aku menipu kau wahai sahabat! Maafkan aku."
"Cukuplah kau tahu betapa dalamnya persahabatan ini. Ingatlah, dalamIslam kemanusiaan itu tidak hilang meskipun dalam peperangan. Kitabertemu karena Allah dan berpisah juga karena-Nya. Kalau kaumengasihiku. Inilah aku yang kau lihat akan mati. Kalau kau mencintaikehormatan dan kemegahanmu semua itu juga akan lenyap dan binasa. Tapiseandainya kau mencintai Allah, Dia sesungguhnya tidak pernah matiataupun binasac."
"Sungguh Margiteus. Aku bersumpah dengan nama tuhanmu. Aku berimankepada Allah dan Rasul-Nya, Muhammad. Apakah aku akan membohongidiriku lagi di saat kau begini..?"
Margiteus menahan perih luka tusukan pedang di lambungnya.Dirasakannya luka tusukan itu telah menjalar ke seluruh tubuhnya. Diatersenyum mendengar keimanan Argenta. Perlahan-lahan jasadnya kakumengiringi lafaz syahadah di mulutnya. Argenta terisak meratapisahabatnya. Perang dirasanya sunyi. Sepi.
Sumber: Seri Sahabat Nabi, Khalid Al-Walid & Abu Hurairah, KPublishing & Distributors Sdn. Bhd., Kuala Lumpur, 1990

oggix.com : Free Shoutbox & Complete Blog Tools




Previous
Next Post »
Show comments
Hide comments