EMAK NAIK HAJI (Film Religi dengan Citarasa Berbeda)

EMAK NAIK HAJI

Menyiapkan Film Religi dengan Citarasa Berbeda

Film ini menggambarkan perjuangan orang kecil yang rindu naik haji.

Mak menundukkan kepala, merayapi daster batik kusam yang dipakainya. Tidak

lama, sebab satu pikiran mencerahkan wajah perempuan itu lagi.

"Masjidnya bagus di sono ya, Zen? Lampunya banyak," Mak terkekah.

"Eh, berape sekarang ongkosnya, Zen?"

"ONH biasa atau plus, Mak?"

Mak tertawa. Beberapa giginya yang ompong terlihat.

"Kagak usah plus-plusan. Mak kagak ngerti."

"Kalo kagak salah dua ribu tujuh ratusan."

"Murah itu!"

Kali ini Zen tertawa.

"Pakai dolar itu, Mak. Kalau dirupiahin mah dua puluh tujuh jutaan."

Suara riang Mak kontan meredup, "Dulu sih kita punya tanah. Tapi keburu dijual waktu Bapak sakit."

Beberapa saat Mak hanya menghela napas panjang. Suaranya kemudian terdengar

seperti bisikan, "Mak pengin naik haji, Zen. Pengin."

Begitulah sepenggal potongan cerpen karya Asma Nadia yang berjudul Emak Ingin Naik Haji.

Sebuah cerpen yang menggambar kesediahan seorang wanita tua (Emak) yang

tidak mampu mengumpulkan segepok uang bekal naik haji. Sementara

anaknya, Zein, merasa menjadi pecundang seumur hidup karena tidak bisa

mewujudkan mimpi Emaknya itu.

Karena kekuatan ceritanya itu,

cerpen yang dibuat pada tahun 2007 ini lantas digubah ke skenario film

layar lebar oleh Aditya Gumay dan Adenin Adlan. Aditya pula yang

menyutradarainya. Didi Petet, Reza Rahardian (Zein), Aty Kanser (Emak),

Ustad Jeffri, dan Nini El Karim dipercaya sebagai pemain. Kini shooting sedang dilakukan di Jakarta, dan akan berlanjut di Pelabuhan Ratu dan Mekkah.

Dari sudut pandang Asma, kisah Emak dalam cerpen tersebut merupakan salah

satu bentuk gambaran ketimpangan umat Islam Indonesia dalam melaksankan

rukun kelimanya. "Ada orang yang susah sekali naik haji tapi ada juga

orang yang berkali-kali naik haji," ujarnya.

Karena permasalahan

sosial itu, Asma sudah sejak lama menginginkan sebuah karya tulis yang

bertema haji. Lama keinginan itu terpendam hingga pada tahun 2007

Majalah Nur memintanya menulis sebuah cerpen tentang haji.

Permintaan itu datang sekitar satu bulan sebelum Asma benar-benar naik haji. Dia

diberikan waktu lima hari untuk menyelesaikan cerpen tersebut. Namun,

karena merasa kurang cocok dengan hasil yang dia buat, Asma meminta

tambahan waktu lagi.

Segala upaya dia curahkan untuk membuat

satu buah cerpen itu. Dia bahkan melakukan riset tentang cara-cara

orang naik haji. Dia mendapatkan kenyataan bahwa ada tarif naik haji

dengan pelayanan biasa saja, tetapi ada pula yang dengan tarif sangat

mahal dan fasilitas yang luar biasa.

Pengalaman Bagi sebagian orang, naik haji bukan masalah besar, tapi ada sebagian orang

yang harus bersusah payah mengumpulkan uang untuk naik haji. Pengalaman

inilah yang juga dirasakan Asma ketika menetapkan hati untuk

melaksanakan rukun Islam yang kelima itu.

Pada awalnya dia hendak naik haji sendiri, namun sang suami kemudian terdorong untuk

ikut naik haji. Tapi, uang yang mereka miliki belum cukup. Asma bahkan

sempat menawarkan bantuan kepada biro perjalanan haji untuk membuatkan leaflet, brosur atau foto-foto cantik asalkan dia bisa mendapatkan potongan harga untuk naik haji.

Namun, biaya naik haji makin membumbung tinggi sehingga sulit untuk dijangkau.

"Tapi berkat Allah saya dan suami bisa juga naik haji sampai suami

bilang kita kira haji itu kita yang bayar tapi ternyata Allah yang

bayar. Pokoknya nabung dan diniatin untuk haji meski cuma seribu perak

per hari," ungkapnya.

Ketika sedang berada di tanah suci Asma

juga menyaksikan bahwa cerpen yang dia buat itu bisa sangat

menggambarkan perjuangan orang-orang yang merindukan naik haji. Asma

bertemu dengan sepasang kakek nenek yang usianya sudah mendekati 80

tahun. Mereka sudah berada di tanah suci sejak bulan Ramadhan.

Untuk bertahan hingga bulan haji mereka memasang tenda kecil sekadar untuk

berteduh. Mereka berangkat dengan usaha sendiri tanpa menggunakan paket

ONH karena tidak bisa menunggu lagi, karena sudah uzur.

Aditya Gumay sang sutradara merasa bahwa fenomena yang terjadi tentang haji

ini dialami banyak orang sehingga patut untuk diangkat dalam sebuah

film. Saat ini tim produksi sedang sibuk melakukan shooting di beberapa

wilayah di Jakarta dan sekitar pulau Jawa. rosyid nurul hakim

Persiapan yang Unik

Sebelum Aditya Gumay mendapatkan izin dari Asma Nadia untuk mengangkat cerpen Emak Ingin Naik Haji ke layar lebar, dia sudah melakukan persiapan, penulisan skenario dan pembelian properti.

Keyakinan Aditya itu berawal ketika pertama kali membaca cerpen itu pada

pertenghan tahun 2008. Saat menghadiri acara perpisahan TK Al Ahzar di

Taman Mini, dia mendapat sebuah goody bag berisi majalah-majalah lama. Salah satunya adalah Nur terbitan Desember 2007.

Saat membuka-buka majalah itu, matanya terpaut pada cerpen tersebut. Ketika

selesai membacanya, hatinya tersentuh. "Saya bahkan sudah mendapatkan passion, keharuan dan sentuhannya untuk diangkat dalam bentuk film," ujarnya.

Dalam benaknya dia membayangkan perjuangan seorang anak untuk membahagiakan

emaknya. Banyak sekali orang yang ingin menghajikan orang tuanya, tapi

tidak memiliki dana. "Film ini mewakili begitu banyak impian anak yang

ingin membahagiakan orang tuanya," jelasnya.

Karena sudah mendapat gambaran utuh tentang film yang bakal dibuatnya itu, Aditya

berani membeli berbagai properti yang cocok ketika dia dan ibunya umroh

pada Agustus 2008 lalu. "Padahal waktu itu saya belum ketemu Asma,"

katanya.

Selain itu, pada bulan desember 2008 dia sudah menggarap skenario film ini bersama dengan Adenin Adlan.

Jauh hari sebelumnya, Aditya sebenarnya sudah berusaha mencari nomor telepon

sang penulis. Tetapi ketika nomor itu baru saja didapatkan, ternyata handphone Asma Nadia hilang sehingga nomor itu menjadi tidak berguna.

Enam bulan kemudian, dari seorang rekan, dia mendapatkan nomor kontak sang

penulis. Mereka akhirnya bertemu setelah skenario dan beberapa

persiapan awal untuk pembuatan film sudah selesai. "Saya bahkan

langsung ditodong kontrak kerja padahal baru ketemu," ujar Asma Nadia.

kim

Shooting Penuh Kemudahan

Ketika memulai shooting, Asma merasakan semangat dari setiap kru dalam tim produksi Emak Ingin Naik Haji. Mereka merasa mendapatkan jiwa yang berbeda ketika menggarap film ini. "Ada semacam syiar di dalamnya," ujarnya.

Bagi Aditya, shooting yang masih berjalan ini banyak mendapatkan kemudahan. Salah satunya ketika kru kesulitan untuk mendapatakan lokasi shooting

yang bisa menggambarkan keadaan yang sesuai dengan cerita. Sebuah rumah

kumuh milik Emak yang bersebelahan dengan rumah mewah tempat sang

juragan haji.

Berhari-hari lokasi itu dicari namun sulit untuk

dtemukan. "Karena umumnya rumah orang kaya di komplek elit, sedangkan

rumah orang miskin di tempat kumuh. Jadi cukup sulit mendapatkan lokasi

yang pas," ujarnya.

Kemudahan tiba-tiba saja muncul ketika

seorang temannya menawarkan rumah besar dan rumah kontrakan miliknya.

Rumah kontrakan kecil berderet mirip bedengan itu tepat berhadapan

dengan rumah besar sehingga bisa menjadi lokasi yang cocok. Seketika,

kru langsung bergerak untuk mendandani rumah kontrakan itu agar semirip

mungkin dengan gambaran dalam cerpen.

Rumah kontrakan yang

sebelumnya berdinding tembok dan berlantai keramik, dipermak sedemikan

rupa sehingga menjadi kawasan kumuh. Aditya bersama kru artistik banyak

berburu barang-barang bekas sebagai pengisi rumah Emak.

Selain itu, dia juga mencari kayu-kayu bekas untuk menutup semua tembok serta

mengganti ubin keramik. "Soalnya kita mau membuat rumah ini terlihat

kumuh dan menjadi bangunan kayu," ujarnya.

Aditya mengharapkan semua kemudahan itu akan terus terjadi dalam proses shooting

yang dijadwalkan selama 20 hari -- 15 hari di jakarta, satu hari di

Pelabuhan Ratu, dan sisanya di Mekkah. "Di Mekkah kita mau mengambil

montase perjalan emak yang akhirnya terwujud. Kita bakal berangkat saat

umroh. Kita ingin mendapat gambar orang saat sholat yang mengerumini

Kabah," ujarnya.

Selama lima hari shooting di tanah suci itu,

Aditya sudah memperhitungkan segala situasi termasuk bawaan peralatan

pengambilan gambar yang diusahakan tidak terlalu banyak dan juga

masalah perizinan. kim

Hal Unik dalam Film

- Skenario film ini sudah jadi sebelum meminta izin dari sang penulis cerpen, Asma Nadia.

- Cerita dalam cerpen Emak Ingin Naik Haji berbeda dari biasanya. Dengan jumlah halaman yang sedikit cerpen ini bersifat multi tokoh dan multi konflik..

- Asma terinspirasi model penceritaan itu seusai menonton film Babel yang diperankan Brad Pitt, yang berisi banyak tokoh dan cerita namun akhirnya saling berhubungan.

- Ada kejadian yang tidak dapat dilupakan Asma ketika shooting di sebuah rumah sakit. Sebuah sejadah kecil yang digunakan untuk sholat ditempeli tulisan Batas Suci agar orang-orang tidak sembarangan lewat.

-

Teknologi yang digunakan lebih murah tetapi kualitas yang dihasilkan

bisa maksimal. Tim produksi hanya menggunakan kamera digital. kim (-)

sumber: http://republika. co.id/koran/ 58/44725/ EMAK_NAIK_ HAJI_Menyiapkan_ Film_Religi_ dengan_Citarasa_ Berbeda

Previous
Next Post »
Show comments
Hide comments