Istriku, Maafkan Suamimu

Istriku, Maafkan Suamimu
Dikutip dari Artikel Buletin An-Nur (Al Sofwah)


Permintaan maaf adalah kata yang selayaknya sering
diucapkan untuk melanggengkan hubungan suami isteri,
sehingga bahtera rumah tangga berhasil mencapai
tujuan.

"Duhai sayang, maafkan saya"... "Aku tiada bermaksud
demikian"... "Aku telah salah dalam memberikan hakmu"
... adalah ungkapan-ungkapan yang sering kita gunakan
tetapi memiliki satu makna, yaitu meminta maaf yang
merupakan terminal yang pasti akan kita lalui dalam
melanggengkan kehidupan suami istri dari keruntuhan
dan kehancuran.

Sesungguhnya suami isteri secara bersama,
masing-masing memiliki saham dalam keberhasilan dan
kebahagiaan keluarganya, lalu kenapa salah seorang di
antara mereka berdua memunculkan kalimat "kebencian"
pada saat muncul masalah!!! Andai salah seorang dari
mereka berdua berbuat salah, lalu ia meminta maaf
kepada pasangannya, apakah hal ini akan menghinakan
dirinya?

Jika seperti itu sikap suami isteri, tentulah
kehidupan mereka akan mengalami satu dari dua hal:

1. mungkin akan langgeng rumah tangganya tetapi kurang
harmonis dan banyak perselisihan,
2. dan mungkin juga akan berujung kepada hancurnya
kehidupan suami isteri, cerai.

Kehidupan suami isteri itu ibarat sebuah kapal yang
sedang berlayar, padanya ada nahkoda dan awak kapal.
Semua yang ada di dalam kapal itu bahu-membahu
berusaha menyelamat kan kapal yang mereka tumpangi
pada saat saat kapal ditimpa badai agar semuanya
selamat dan sampai ke "pulau idaman".

Demikian juga halnya suami, Allah menjadikannya
sebagai pemimpin bahtera rumah tangga, pelindung, dan
pengayom bagi keluarga, bertanggung jawab atas
kehidupan mereka. Kepemimpinan yang diembannya itu
adalah tugas,bukan intimidasi atas
kesewenang-wenangan.

Maka suami yang baik adalah orang yang memahami
kebutuhan dan perasaan isterinya, dan menjadikan
tampuk kepemimpinannya penuh dengan kasih sayang,
kesejukan dan kedewasaan, tidak mudah emosi, namun
tetap tegas pada saat harus bersikap tegas !!!

Akan tetapi, sebagian suami yang meremehkan tugas ini
memahami, bahwa meminta maaf kepada istri akan
menghinakan dirinya sebagai laki-laki, bahkan ia
berpendirian bahwa kemuliaannya tidak membolehkan
dirinya untuk mengucapkan kalimat
"Istriku, maafkan aku, aku salah" kepada isteri-nya,
bagaimanapun keadaannya. !!!

Maka, keegoannya terus ia pertahankan dan istri selalu
diposisikan "bersalah", ia tidak pernah meminta maaf
kepadanya, yang kemudian menyeretnya kepada kehancuran
rumah tangga dan kalimat "cerai" pun tak terhindarkan,
padahal sangat mungkin rumah tangga itu bisa
dilanggengkan dengan ucapan "maafkan suamimu, sayang".



KETIKA "RASA GENGSI" IKUT CAMPUR

Seorang istri pernah menceritakan tentang
pengalamannya:

Dahulu, kehidupanku bersama suamiku demikian bahagia.
Akan tetapi itu semua berubah ketika terjadi beberapa
percekcokan tentang urusan rumah. Waktu itu aku
tinggal bersama di rumah mertuaku, maka aku memutuskan
untuk pindah dan keluar dari rumah mertuaku, walaupun
sendirian. Suamiku menolak rencanaku dan menjelaskan,
bahwa ia suatu hari nanti akan bisa memiliki rumah
sendiri.

Dan terkadang suamiku memberi alasan tidak bisa
meninggalkan ibunya, dan lain-lain, sampai suatu hari,
terjadilah perselisihan antara aku dengan suamiku. Aku
memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah mertuaku dan
kembali ke rumah orang tuaku, dan aku katakan, jangan
menjenguk atau menjemputku sebelum engkau memiliki
rumah sendiri. Maka, aku dan suamiku pun sama-sama
bersikukuh dengan pendirian masing-masing.

Dan sungguh aku pun akhirnya menyesali perbuatanku.
Akan tetapi aku ingin mengetahui sejauh mana
kedudukanku di sisi suamiku. Ternyata, suamiku
bersikukuh tidak mau memaafkanku dan tidak berusaha
meredakan suasana.

Ia mengatakan,
"Bertobatlah kepada Allah, dan kembalilah ke rumah
ini, jika kamu tidak mau tobat, maka cukup bagiku
untuk menceraikanmu."

Demikianlah kepribadian kebanyakan suami, dan sangat
sedikit yang bersikap dewasa. Bahkan di antara mereka
ada yang sampai tidak mau mengasihi dan menyayangi
isterinya, walaupun hanya dengan satu kata yang
dicintai isterinya apalagi sampai mau memaafkan
isterinya tersebut.

Seorang istri lagi menuturkan:

Para suami kita, sangat disayangkan sekali, mereka
sangat mudah mengungkapkan kata-katanya kepada kita,
kecuali "ungkapan maaf", bagaimana pun keadaannya.
Suamiku sangat temperamental, tabiatnya keras dalam
mempergauliku. Ia selalu mengucapkan ungkapan-ungkapan
kasar kepadaku, bahkan ia pun pernah memukulku. Dan
aku tetap bersabar sekalipun aku dalam posisi yang
benar. Tetapi suamiku tidak mau mengubah pendiriannya
sampai akhirnya aku yang meminta maaf kepadanya, baik
yang salah adalah aku ataupun sebaliknya.

Dengan berlalunya waktu sekian tahun, sikap suamiku
kepadaku bertambah jelek, hingga memupus kesabaranku.
Setelah terjadi perselisihan antara aku dan suamiku,
aku memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuaku. Aku
menunggu, semoga suamiku mau datang dan meminta maaf
atas perilakunya selama ini atau barangkali ia mau
menelponku. Akan tetapi ia tidak melakukan itu semua,
sampai aku mendengar tentang dirinya, ia merasa selama
ini bersalah, kini menyesal atas perbuatannya yang
telah menzhalimi aku. Akan tetapi, ia tidak mau
meminta maaf kepadaku, karena keegoisan dan
kegengsiannya serta merasa menjadi hina dengan hal
itu. Hingga terjadilah cerai atas permintaanku.

Adapun kisah Abu Khalid, ia mengatakan,
"Habis sudah kehidupan ku bersama isteriku, padahal
aku mencintainya, akan tetapi dengan sebab
ketidakharmonisan, dan aku enggan meminta maaf
kepadanya, hingga akhirnya aku menerlantarkan
anak-anakku hidup tanpa ibu."

Masalahnya adalah, bahwa isteriku adalah karyawati.
Maka, aku katakan padanya berkali-kali untuk meninggal
kan pekerjaannya dan berkonsentrasi mengurus
anak-anak. Akan tetapi isteriku menolak membicarakan
masalah itu. Dan ketika aku larang dia berangkat ke
kantor, terjadilah perselisihan antara aku dengan dia.
Dan aku terpeleset salah dalam berkata, aku
mengatainya agak lama, maka ia pun pergi pulang ke
rumah orang tuanya.

Maka, ia pun mengingatkan agar aku meminta maaf dan
mengetahui kesalahanku ketika mengatai dirinya. Akan
tetapi aku menjadi sombong dan aku pun menceraikannya
hanya untuk mempertahankan harga diriku sebagai
laki-laki. Kini aku benar-benar menyesal dengan penuh
penyesalan.


TERAPI JIWA ADALAH SOLUSINYA

Dr. Najwa Ibrahim, seorang Guru besar Psikologi
menjelaskan, bahwa pendidikan dan latar belakang hidup
seseorang bisa berdampak sangat penting dalam cepatnya
dia meminta maaf atau tidak. Beliau berkata, di antara
sebab-sebabnya adalah sebagai berikut:

- Metode pendidikan yang telah memberi pengaruh
kepadanya sehingga dia begitu sulit meminta maaf atau
mengungkapkan kata "maaf" .

- Diantara metode ini adalah metode yang ditanamkan
kepada kita ketika kecil dalam meminta maaf, baik suka
atau tidak. Meminta maaf dikaitkan dengan emosi dan
dari pihak yang kalah.

- Pandangan atau keyakinan yang tidak rasional yang
tertanam didalam fikiran kita dan begitu besar
dampaknya adalah "bahwa laki-laki tidak boleh meminta
maaf kepada perempuan";

- Anggapan, orang yang meminta maaf itu lemah
kepribadiannya.

Maka, sudah semestinya seorang suami atau isteri
merasa, bahwa ketika perilakunya menimbulkan kemarahan
atau melukai perasaan pasangannya, ungkapan "maaf" lah
yang bisa menghilangkan "ketersinggungan hati dan
mencairkan ketegangan".

Meminta maaf pada saat yang tepat juga bisa
menghilangkan banyak hal yang bisa merusak hubungan
suami isteri, andai tidak segera dieliminir.


MEMINTA MAAF ADALAH SIFAT JANTAN

Dr. Muhammad Musthafa, Guru Besar psikologi dan
sosiologi Univ. Malik Su'ud, mengatakan bahwa meminta
maaf adalah merupakan wujud sifat jantan dari seorang
suami atau siapapun yang berbuat salah. Meminta maaf
bukan sifat yang dimiliki oleh orang yang lemah,
sebagaimana persangkaan sebagian orang, di mana mereka
mengatakan:

Semua orang pernah berbuat salah, namun sedikit orang
yang jantan meminta maaf dari kesalahannya kepada
orang lain. Apalagi jika yang dimintai maaf itu adalah
isterinya. Sebab, setiap suami berbeda-beda cara dan
tabiatnya. Sebagian meminta maaf dengan cara tidak
langsung akan tetapi mencapai tujuan dan sebagian
menghindar dari masalah yang ia alami karena demi masa
depan dan kejiwaan anak-anaknya yang akan hancur bila
mereka berpisah. Ada sebahagian suami yang
berlebih-lebihan, ia menolak meminta maaf karena
gengsi dan egois, padahal para pakar psikososial
menyatakan bahwa meminta maaf bukanlah hal yang jelek.


Maka, meminta maaf adalah sesuatu yang mesti
dilakukan, dan bagi orang yang bersalah lebih
ditekankan lagi. Apabila seseorang berbuat salah, maka
tidak ada yang layak baginya selain meminta maaf.

Orang yang bersikukuh menolak meminta maaf kepada
pasangannya dengan alasan akan mengurangi
kehormatannya, maka orang yang demikian terkena
penyakit jiwa. Sebab, diantara sifat kemuliaan adalah
meminta maaf ketika berbuat salah kepada orang lain.


ADA APA DENGAN SIFAT LAKI-LAKI

Sifat kejantanan mengarahkan seseorang untuk meminta
maaf jika berbuat salah kepada isterinya atau kepada
orang lain. Sebab jantan berarti jujur dan luhurnya
budi pekerti. Di saat seorang suami meminta maaf, maka
ia tidak jatuh di mata isterinya atau akan jatuh harga
dirinya sebagaimana gambaran sebagian suami. Bahkan
itu akan mengangkat kedudukannya di mata isterinya;
sebab itu akan menjadi pelajaran dalam amanah dan
keluhuran budi dan kehormatan itu sendiri.

Maka, meminta maaf bukan merupakan kelemahan, bahkan
kelemahan itu sendiri adalah seseorang menyembunyikan
kesalahannya dan berlindung dibalik kesombongan dan
bersikukuh dengannya.

Dan banyak problem suami isteri diawali dengan adanya
kesombongan sang suami dan enggan untuk meminta maaf
kepada isterinya ketika ia mema-rahi sang isteri.
Maka, sudah semestinya para suami ingat, bahwa dengan
ia meminta maaf atas kesalahan kepada isterinya, akan
bisa mengembalikan "air" ke dalam alirannya,
mengembalikan perasaan romatis, merekahnya kecintaan
di antara kalian berdua, walaupun sifat
kelaki-lakianmu merasa enggan untuk itu.

Mintalah maaf kepada istrimu atas kesalahan dan
kelalaianmu, wahai para suami! Walau tidak kau
sampaikan secara langsung. Sebab dengan itu rumah
tangga akan menjadi damai, sejahtera dan harmonis.

Semoga!

Sumber: Majalah ad Dakwah, dengan beberapa pengurangan
sub bab dan kalimat. (Abu Muhammad)

Previous
Next Post »
Show comments
Hide comments