Saya menyuruh Tuhan datang dan menampakkan Diri kepada saya supaya
saya bisa melihat-Nya dengan mata sendiri
Setelah 6 bulan di Jakarta saya kembali ke Australia dan ternyata saya
menjadi salah satu siswa yang bahasa Indonesianya paling lancar di
kampus. Oleh karena itu saya sering bergaul dengan orang Indonesia.
Secara langsung dan tidak langsung saya mempelajari agama Islam terus.
Saya membaca buku dan berbicara dengan orang Indonesia di mana-mana.
Setelah menyelesaikan kuliah Bachelor of Arts (BA) pada tahun 1993, saya
mengambil kuliah tambahan Graduate Diploma of Eduaction (G.Dip.Ed) pada
tahun 1994 di Fakultas Pendidikan untuk menjadi seorang guru bahasa.
Pada saat yang sama saya mengikuti seleksi untuk beasiswa baru dari
Perkumpulan Pembantu Rektor Australia (Australian Vice-Chancellors
Committee). Beasiswa ini hanya untuk satu orang dan pemenangnya boleh
memilih lokasi kuliah di mana saja di Indonesia. Sekali lagi saya
terpilih dan mendapatkan beasiswa untuk kuliah selama satu tahun dan
kali ini saya memilih kuliah di Universitas Indonesia. Pada akhir tahun
1994 saya menyelesaikan kuliah tambahan itu di Fakultas Pendidikan,
Universitas Griffith, dan pada tahun 1995 saya berangkat sekali lagi ke
Jakarta untuk belajar di Fakultas Sastra di Universitas Indonesia (UI).
Selama saya kuliah di UI, saya tetap bergaul terus dengan orang Islam,
sama seperti waktu dulu di Atma Jaya. Pada bulan Februari, tahun 1995,
saya duduk sendiri di depan televisi pada tengah malam dan menonton
shalat Tarawih, yang ditayangkan langsung dari Mekah. Saya mendengarkan
komentator dari Indonesia yang menyatakan bahwa pada tahun itu
diperkirakan ada sekitar 3 juta orang di Masjid-il-Haram dan wilayah
sekitarnya (yang terdiri dari lapangan yang di luar masjid, jalan-jalan,
dan bahkan lobi-lobi hotel). Semua orang itu sedang melakukan sholat
bersama. Sekitar 3 juta orang melakukan gerakan yang sama, menghadap
arah yang sama, mengikuti imam yang sama, berdoa dengan ucapan yang
sama, dan berdoa kepada Tuhan yang sama pada saat yang sama. Saya
berfikir: Mana ada hal seperti ini di negara barat? Jumlah orang yang
berkumpul untuk pertandingan bola yang paling hebat di dunia cuma satu
sampai dua ratus ribu. Saya belum pernah melihat orang sebanyak itu
berkumpul di satu lokasi, untuk melakukan hal yang sama, pada waktu yang
sama, dalam bahasa yang sama. Ini sungguh sebuah pandangan yang tidak
ada tandingnya. Sampai sekarang, saya masih belum menemukan suatu
kejadian yang setara di dunia barat.
Saya mulai berfikir tentang berapa banyak orang yang bisa berkumpul
untuk mendengarkan Paus bicara. Saya mulai bayangkan apakah mungkin
semuanya bisa memahami kata-kata yang diucapkan Paus karena tidak ada
bahasa yang mempersatukan ummat Krisitani dari manca negara. Mereka
berdoa di dalam bahasanya masing-masing. Tidak ada tandingan di dalam
agama Kristen dengan apa yang saya saksikan dari Mekah. Selama satu
tahun itu saya teruskan pelajaran agama saya, tidak secara formal atau
serius, tetapi dengan memantau dan mencermati. Kalau ada ceramah agama
di TV, dari Kyai Zainuddin MZ atau Kyai Anwar Sanusi dan sebagainya,
maka saya mendengarkannya dan memikirkan maknanya. Dan secara
pelan-pelan, saya mendapatkan ilmu agama dari berbagai macam sumber.
Pada akhir tahun 1995 itu saya sudah merasa sulit untuk menolak agama
Islam lagi. Tidak ada yang bisa saya salahkan dalam ajaran agama Islam
karena memang Islam didasarkan logika. Semua yang ada di dalam Islam
mengandung logika kalau kita mau mencarinya. Apa boleh buat? Saya
mengambil keputusan untuk masuk Islam. Akan tetapi, saya seharusnya
kembali ke Australia dan mengajar di sekolah di sana. Saya mulai
berfikir tentang bagaimana saya bisa mempelajari agama Islam di sana?
Ada masjid di mana? Dari mana saya bisa mendapatkan makanan yang halal?
Dari mana saya bisa mendapatkan guru agama? Sepertinya saya akan sulit
hidup sebagai orang Islam kalau harus hidup di luar negeri. Kalau saya
mau menjadi orang Islam yang benar maka saya harus menetap di Indonesia
supaya bisa belajar. Akhirnya saya mengambil keputusan untuk menetap di
Indonesia dan masuk Islam.
Saya kembali ke Australia dan pamit dengan orang tua. Saya memberitahu
mereka bahwa saya mau kerja di Indonesia untuk beberapa waktu. Ibu
berpesan: "Silahkan kembali ke Indonesia, tapi jangan masuk Islam, ya?"
Dari pandangan orang barat, Islam adalah agama yang buruk jadi wajar
kalau Ibu menyuruh saya untuk menjahui sesuatu yang dianggap tidak baik.
Saya lupa kapan saat persisnya saya memberitahu orang tua bahwa saya
sudah masuk Islam. Kalau tidak salah ingat, saya sudah kembali ke
Indonesia, sudah mendapatkan pekerjaan, sudah masuk Islam, dan sudah
sanggup melakukan sholat sendiri sebelum saya memberitahu mereka. Sudah
pasti bahwa mereka menanggap saya telah "kehilangan akal" tetapi
alhamdulillah, mereka tetap berbuat baik kepada saya dan tidak pernah
menjelekkan agama Islam di depan saya. Saya tidak diusir, tidak dimusuhi
dan tidak dikeluarkan dari keluarga saya. Ini sangat berbeda dengan
cerita yang seringkali saya dengar di Indonesia tetang orang Kristen
yang masuk Islam lalu dipukuli, diusir dari rumah dan dianggap telah
keluar dari keluarganya pula. Keluara saya pasti menanggap saya sudah
menjadi "gila". Tidak apa apa. Nabi Muhammad (s.a.w.) juga dianggap
"gila" oleh kaum Quraisy di Mekkah, jadi saya seharusnya merasa senang
kalau bisa masuk kategori yang sama dengan Nabi (s.a.w.)
Sejak tahun 1995, saya telah menetap di Jakarta dan bekerja sebagai
seorang guru bahasa Inggris. Saya belum ada niat untuk kembali hidup di
tengah-tengah orang kafir di luar negeri. Saya berniat untuk menetap di
sini dan mempelajari agama Islam dengan sebaik-baiknya. Banyak orang
asing menanggap saya aneh karena mau menetap di negara ini yang miskin,
kotor, penuh dengan korupsi, dan sebagainya. Orang barat itu memiliki
pandangan yang keliru. Komentar negatif mereka tentang Indonesia adalah
benar, tetapi saya juga melihat banyak masjid, orang yang rajin sholat,
adzan, Al Qur'an di rumah orang, makanan yang halal, anak mudah yang
tidak mau bezina atau menjadi mabuk, dan banyak hal yang lain yang jauh
lebih besar manfaatnya daripada lingkungan hidup yang baik di negara
barat. Oleh karena itu, semua kekurangan yang disebut-sebut oleh orang
kafir itu menjadi tidak bermakna dan kurang terasa. Keindahan Islam
tidak bisa dihilangkan oleh tindakan buruk dari sebagian manusia yang
tinggal di negara ini. Dan alhamdullilah, di sini saya mendapatkan
teman-teman yang terbaik di dunia. Persahabatan dan perilaku mereka
merupakan bukti kebenaran Islam bagi saya. Persahabatan mereka adalah
suatu hal yang sangat nikmat. Mereka ibarat keluarga bagi saya dan
mereka memperhatikan saya sebagai anggota keluarga, hanya karena saya
beragama Islam. Mereka membantu saya ingat untuk menjadi seorang Muslim
yang baik dengan memberikan saya contoh yang baik. Kalau seandainya saya
kembali ke Australia untuk menetap di sana, berarti saya harus
tinggalkan para guru dan teman saya itu, dan tentu saja saya anggap itu
berat. Saya mohon Allah akan membalas kebaikan mereka terhadap saya
karena saya sungguh tidak sanggup untuk membalasnya. Di dalam goresan
pena ini, saya tidak akan berfokus pada diri sendiri, tetapi akan saya
berfokus pada bagaimana saya memahami Islam dan kehidupan orang yang
beragama Islam di Indonesia. Saya sudah tinggal di sini untuk 10 tahun
dan telah menyaksikan yang terbaik dan yang terburuk dari perbuatan
orang Islam. Ada banyak hal yang telah saya lihat di sini yang membuat
saya sedih hati karena saya sudah pahami bahwa apa yang saya saksikan
itu bukan ajaran Islam, akan tetapi ada sebagian orang Islam yang
bertindak seakan-akan apa yang mereka lakukan itu adalah hal yang
dianjurkan oleh agama (korupsi adalah satu contoh).
Dengan tulisan ini, saya ingin berkomentar tentang apa yang saya
saksikan di negara ini. Dengan melihat Islam dari pandangan orang yang
berbeda, harapan saya adalah ummat Islam di Indonesia dan di lain negara
bisa merenungkan perbuatan kita sebagai orang Islam, dan dengan
demikian, barangkali kita bisa mengubah cara kita menjunjukkan Islam
terhadap dunia. Kalau kita anggap diri kita sebagai "penjual" dan produk
yang kita "jual" itu adalah Islam, maka saya akan heran kalau orang lain
ingin "membeli" yang kita "jual". Dalam kata lain, kita seringkali gagal
dalam tugas "marketing" kita untuk menyajikan Islam pada orang lain
suapya mereka mudah memahaminya dan supaya mereka akan tertarik untuk
"membeli"nya. Kalau seandainya orang barat ingin berdebat dengan saya
tentang kebenaran Islam, maka dia cukup menunjuk tingkat korupsi yang
sangat tinggi di Indonesia dan menyatakan "Bukannya hal itu membuktikan
bahwa agama anda tidak bagus?" Tentu saja yang dia komentari itu adalah
perbuatan manusia, dan bukan ajaran Islam. Tetapi untuk meyakinkan dia
akan hal itu tidak mudah. Dengan demikian, kita semua bertanggung jawab
untuk menyediakan Islam yang mudah dipahami oleh orang di luar agama
kita, dengan harapan agama Islam juga menjadi mudah diterima oleh
mereka. Cara yang termudah bagi kita untuk melakukan tugas itu adalah
dengan menunjukkan kehidupan yang Islamiah. Kalau kita berhasil dengan
"marketing" agama kita ini, dengan cara mewujudkan kehidupan yang benar
dan sesuai dengan ajaran Islam, maka jumlah musuh Islam akan berkurang
dan jumlah penganut Islam akan bertambah.
Perjuangan saya dari luar negeri sampai masuk Islam dan menetap di sini
adalah bagian dari rencana Allah. Saya belum tahu kenapa Allah membawa
saya ke Indonesia dan memberikan saya kelancaran dalam bahasa Indonesia.
Apakah semua itu hanya untuk diri saya sendiri supaya bisa belajar
dengan mudah? Atau apakah ada tujuan Allah yang lebih luas yang belum
saya pahami? Apa yang Allah inginkan dari saya? Apa yang bisa saya
lakukan untuk Allah dan ummat Islam sebagi balasan terhadap semua nikmat
yang Allah berikan kepada saya?. Saya belum mempunyai jawaban untuk
pertanyaan-pertanya an itu. Saya tidak tahu apa yang seharusnya saya
lakukan. Saya tidak tahu kalau sudah cukuplah hal-hal yang saya lakukan
sekarang seperti memberikan ceramah sewaktu-waktu atau bertemu dengan
orang barat yang ingin bertanya tentang Islam sebelum mereka menikah.
Saya tidak tahu kalau saya harus melakukan lebih dari itu. Yang jelas,
ilmu agama Islam yang saya miliki sangat sedikit. Ada sebagian orang di
sini yang memanggil saya "ustad" hanya karena saya pernah memberikan
ceramah, tetapi saya lebih merasa seperti "murid" daripada "ustad".
Alasan saya menulis tulisan ini adalah karena orang sering mengatakan
kepada saya bahwa persepsi saya terhadap Islam adalah sesuatu yang baru
bagi mereka. Mereka lahir sebagai orang Islam dan tidak pernah tahu
kehidupan di luar Islam. Saya memutuskan untuk masuk Islam dan saya
terpaksa menemukan logika di dalam Islam sebelum saya bisa menerimanya.
Barangkali setelah membaca pikiran saya di dalam goresan ini, orang
Islam di Indonesia (dan di negara lain) bisa melihat sisi baru di dalam
Islam yang belum pernah mereka pikirkan sebelumnya. Dan insya Allah
setelah itu, mereka akan menjadi lebih kuat dalam ketakwaannya.
Barangkali itulah yang harus saya lakukan di sini: menulis buku. Saya
tidak tahu kalau pikiran saya akan mewujudkan dampak yang besar di dalam
kehidupan orang lain, dan tujuan saya tidak begitu. Saya hanya ingin
menjelaskan Islam sesuai dengan pengertian saya dengan harapan akan
menjadi bermanfaat bagi orang Islam yang lain. Semua orang Islam adalah
satu keluarga besar, tetapi kita tidak bertindak begitu. Kita seringkali
bertindak sebagi individu dan tidak peduli pada saudara kita yang
seiman. Kalau saya bisa mengubah kehidupan saya dan menjadi seorang
Muslim karena apa yang saya baca, insya Allah orang lain bisa
mendapatkan ilmu yang bermanfaat disebabkan apa yang mereka baca di buku
ini, dan menjadi lebih dekat kepada Allah dan juga lebih dekat kepada
ummat Islam. Saya mohon Allah melindungi saya dari semua sifat sombong
dan takkabur yang bisa muncul di hati saya dan saya mohon Allah
memberikan saya kemudahan untuk lebih memahami Islam disebabkan apa yang
saya tulis. Semoga goresan pena ini menjadi sesuatu yang bermanfaat dan
membawa rahmat Allah bagi saya dan ummat Islam. Amin amin ya robbal
alamin.
Oleh : Gene Netto
Seorang Mualaf dan Pandangannya Terhadap Islam di Indonesia
EmoticonEmoticon