Salah Siapa ???

Santi tadi pagi berangkat seperti biasa. Pukul 06.15. Seperti biasa

dia berjalan kaki sebentar ke ujung jalan untuk naik ojek ke

pangkalan bis umum terdekat. Seperti biasa pula, Santi naik bis yang

biasa ditumpanginya. Sebentar saja bis sudah penuh, dan bis mulai

berjalan.

Baru berjalan sekitar 30 menit, tiba-tiba bis menepi dan berhenti.

Santi terbangun dari tidurnya dan menanyakan apa yang terjadi.

Ternyata sopir bis sedang turun dan menemui seorang polisi lalu

lintas. Rupanya sopir tersebut melanggar peraturan lalu lintas. Entah

apa. Yang jelas, dia sedang ditilang.

Aduuh....Santi merasa kesal. Ada-ada saja. Kenapa sih sopir itu tidak

bisa mematuhi peraturan lalu lintas? Gara-gara dia, bisa terlambat

deh masuk ke kantor. Apalagi hari ini ada meeting pagi.

Santi sangat kesal kepada sopir bis tersebut. Salah siapa kalau dia

jadi terlambat? Salah sopir bisnya dong. Kan, sudah jelas dia yang

melanggar duluan sehingga ditilang polisi. Coba kalau dia tidak

melanggar, pasti tidak ditilang. Semua penumpang bis tersebut saling

mengomel pelan-pelan. Semua juga tidak ingin terlambat, tetapi apa

boleh buat.

Akhirnya setelah menunggu 25 menit, bis berangkat lagi meneruskan

perjalanannya. Santi masih kesal. Pasti terlambat deh! Huh! Gara-gara

sopir yang sembrono! Rusaklah seluruh acara hari itu.

Betul juga. Setibanya di kantor dia sudah sangat terlambat. Atasan

dan beberapa kepala divisi dan supervisor sudah berada di ruang

rapat. Bahkan rapat sudah dimulai sejak 15 menit yang lalu. Tuh, kan?

Kalau tadi sopirnya tidak sembarangan, dia tidak mungkin terlambat.

Sekarang mau ngomong apa? Santi hanya bisa pasrah.

Terpaksa dia masuk ruangan sambil menahan rasa kesalnya. Rasanya

semua orang memandangnya. Bahkan, dia merasa seakan-akan semua orang

di ruangan rapat sedang menyalahkan dia. Perasaan Santi semakin tidak

keruan. Betul-betul hari sial. Tahu begini, lebih baik sekalian tidak

masuk kerja saja!

Sambil rapat, perasaan Santi masih kurang nyaman. Soalnya, dia

kemarin sudah meyakinkan atasannya bahwa dia tidak akan terlambat

datang. Kalau sudah begini, kan jadi tidak enak kepada atasan?

Bagaimana kalau beliau marah? Untunglah selama rapat beliau tidak

menegurnya.

Menghadap atasan

Setelah selesai rapat, Santi menghadap atasannya. Daripada dipanggil,

lebih baik menghadap. Dengan hati berdebar-debar dan sedikit rasa

takut, dia masuk ke ruang kerja atasannya. Santi mencoba bersikap

sopan dan hati-hati. Tapi rupanya atasannya sedang gembira. Beliau

biasa saja. Tidak cemberut sama sekali.

Santi berkata:"Pak, maaf tadi saya terlambat".

"Ya. Mengapa bisa terlambat?", tanya beliau.

"Soalnya bis yang saya tumpangi ditilang polisi. Lama lagi. Sampai 25

menit pak. Sopirnya sembarangan sih", jawab Santi.

"Oh, yang salah sopirnya?", tanya beliau dengan sedikit senyum.

"Ya pak! Betul! Saya tidak tahu dia melanggar apa. Yang jelas dia

yang bersalah." Santi menjawab dengan berapi-api.

Atasannya hanya tersenyum. Dengan sabar dia bertanya "Sebenarnya

kalau mau jujur pada diri sendiri, apakah tadi kamu memang benar-

benar merasa harus datang lebih pagi dan tidak ingin terlambat?".

"O ya. Pasti pak. Saya tidak ingin terlambat".

"Apakah kamu memang sepenuh hati berpikir bahwa kamu tidak boleh

terlambat sama sekali?"

Santi terdiam dan mulai berpikir.

"Kalau kamu memang berniat sungguh-sungguh untuk datang tepat waktu,

sungguh-sungguh tidak ingin terlambat, pasti seharusnya kamu ganti

bis. Betul tidak?"

"Iya sih......", kata Santi.

"Coba ingat-ingat tadi pagi. Saya tahu kamu tidak ingin terlambat.

Tapi dalam hatimu sebenarnya kamu merasa tidak apa-apa juga sih kalau

terlambat. Kan ini bukan salah kamu? Betul tidak? Maka itu kamu tidak

berusaha maksimal. Kamu tidak ganti bis."

Sambil tersenyum malu, Santi berkata:"Ya sih. Betul juga."

"Jadi yang salah siapa? Sopirnya atau diri kamu sendiri?", tanya

atasannya sambil tersenyum.

Santi merasa malu sendiri. Ya, dia sekarang menyadari bahwa dia tidak

sungguh-sungguh berniat tidak terlambat ke kantor. Niatnya kurang

kuat. Kalau niatnya untuk datang pagi sangat kuat, tentu dia pindah

bis. Mengapa dia tadi tidak berpikir demikian?

arena dia menerima hal itu dan tidak berbuat apa-apa. Ketika bis

berhenti lama, dia hanya duduk menunggu. Tidak berbuat apa-apa. Malah

kalau mau terus terang, dia agak gembira karena bisa tidur lebih lama

di dalam bis.

Yang membuat Santi malu pada dirinya sendiri, sepanjang hari dia

menyalahkan sopir bis itu. Sepanjang hari dia merasa kesal pada sopir

bis yang melanggar tadi. Sepanjang hari dia uring-uringan. Padahal

kalau dipikir-pikir, sebenarnya dia sendiri yang salah, bukan sopir

itu.

Mulai sekarang dia akan berusaha lebih objektif. Tidak terlalu mudah

menyalahkan orang lain. Siapa tahu, ternyata dia sendiri yang salah.

Think first! Do not always blame others!

Sumber: Salah Siapa? oleh Lisa Nuryanti

Previous
Next Post »
Show comments
Hide comments