Cinta Anak Jalanan

Melodi Cinta Anak Jalanan

Penulis : Farhan Muhammad Arief
kotasantri.com

-------
Malam ini kembali menjadi malam yang spesial buatku. Linangan air mata yang sudah lama tidak bercucuran, malam ini
bagaikan aliran lava gunung merapi yang sedang berstatus siaga.
Ya, berat rasanya, sesak dada ini melihatnya.

Gerimis menyertai perjalanan di dalam bis kota. Penuh sesak malam itu
terasa, penumpang saling berjubel, karena malam ini adalah penghujung
pekan pertama di bulan Mei. Seperti pekan-pekan sebelumnya, di hari
Jum'at malam adalah puncak arus lalu lintas di kota Metropolitan ini.

Berbekal sisa tenaga, aku masih menyisakan satu hari kerja untuk
menyelesaikan kewajiban sebagai karyawan swasta, kerja malam. Berangkat
dari pintu tol Jatibening menuju Karawang, tepat setelah Adzan Isya
berkumandang.

Bukan aktifitasku yang menjadikanku berlinangan air mata. Namun
lentiknya jari kecil si bocah ingusan yang masih berumur 3 tahunan itu
yang membuat dadaku sesak menahan ketidaktegaan. Mulutnya mungil,
tatap wajahnya tetap ceria, meskipun malam itu sudah terlihat
mengantuk.

Sambil
mengiringi Ibunya menyanyi di dalam bis antar kota,
si kecil membagikan amplop, dengan harapan para penumpang masih mau
menyisihkan sisa-sisa recehnya di hari ini. Tetapi tepat di sampingku,
ada seorang penumpang yang menolak mentah-mentah uluran si kecil,
meskipun sekedar menerima pembagian amplopnya saja.

"Kenapa dia tidak
terima saja ya?" gumamku dalam hati, "Toh meskipun pada akhirnya
dikembalikan dalam kondisi kosong." Sifat dan karakter manusia di Jakarta ini memang sudah bermacam-macam.

Aku berusaha merogoh kantongku. Melihat si kecil yang sudah ngantuk
berat, hatiku tidak kuasa. Aku ambil lima ribuan, dengan harapan, besok
si kecil bisa dibelikan oleh ibunya makanan kesukaannya, meskipun hanya
sekedar permen murahan.

Setelah aktifitas "meminta-minta" selesai, si
kecil membaringkan tubuhnya di pangkuan Ibunda tercinta, tepat di depan
pintu masuk bis antar kota. Oh, semakin tidak tega rasanya, dada
semakin bergemuruh, butir-butiran kecil keluar dari mataku.

Sebenarnya
aku malu pada sekelilingku, masak lelaki dewasa sepertiku menangis di
dalam bis antar kota tanpa sebab yang jelas. Kuusap dengan tanganku,
kulanjutkan menatap si kecil yang sudah sempoyongan tidak kuat menahan
kepalanya yang ngantuk berat.

Aku jadi teringat anak-anakku yang sudah
nyenyak di pelukan ibunya di rumah. Si kecil mulai berceloteh memohon
pada ibunya untuk dibelikan sebungkus kacang goreng yang kebetulan ada
penjual kacang goreng asongan di depannya, ikut di dalam bis kota.

Dengan nada cukup lembut, pedagang kacang memberikan sebungkus kepada si
kecil. "Riangnya anak kecil itu," gumamku. Semoga hatinya tetap riang
meskipun malam ini dia jauh dari permainan di rumah, jauh dari buaian
orangtua, dan jauh dari empuknya tempat tidur orang-orang kaya.

Aku siapkan uang seribuan lagi, dengan harapan, ketika turun bis nanti,
akan aku selipkan di kantong si kecil sambil berbisik, "Buat jajan
besok ya, dik." Tapi apa hendak dikata, ketika aku mulai beranjak turun,
si kecil menjauh dariku. Ya Allah, perasaanku mulai kalut, ingin
rasanya menghampirinya, tapi tiada daya, karena kondisi bis yang tidak
memungkinkan saat itu.

Aku turun dan berganti kendaraan tradisional khas Karawang, ojeg. Di
atas boncengan motor yang basah karena guyuran gerimis, aku mulai
memikirkan kembali si Kecil. Oh, air mataku tumpah, aku merasa bebas
menangis karena tidak ada orang yang melihatku. Aku tak tahan, ingin
rasanya memeluk dan menggendong si kecil di pangkuanku. Sambil
kunyanyikan nasyid-nasyid indah agar dia nyaman tertidur denganku.

Oh, kapan lagi aku bisa bertemu denganmu, dik? Semoga syurga Allah SWT akan mempertemukan kita kelak. Janganlah
berputus asa akan nikmat Allah, dik. Aku yakin, Allah SWT mempunyai
skenario yang indah buatmu kelak.

Ah, aku jadi bermimpi untuk menjadi pemimpin negeri ini. Mimpiku
semakin "gila", ketika angan itu berkata, "Akan kupersembahkan harta dan
jiwaku untukmu anak-anak orang miskin, kupertaruhkan jabatanku untukmu
si yatim, karena sesungguhnya Allah itu dekat dengan orang-orang yang
mengusap kepala anak yatim."

Berapa ribu anak-anak sepertimu di negeriku yang Muslim ini? Siapa
yang bertanggung jawab atas nasib mereka. Ah, ini hanya emosiku belaka,
persetan dengan mereka yang ada di atas sana, kita coba gali sendiri
potensi untuk si kecil di sekeliling kita. Bantu semampu kita.

Previous
Next Post »
Show comments
Hide comments