Tangisan Sang Nabi

Tangisan Sang Nabi

oleh Chandra Kurniawan

Setiap pohon yang tidak berbuah, seperti pohon pinus dan pohon cemara,
tumbuh tinggi dan lurus, mengangkat kepalanya ke atas, dan semua cabangnya
mengarah ke atas. Sedangkan semua pohonnya yang berbuah menundukkan kepala
mereka, dan cabang-cabang mereka mengembang ke samping.

Rasulullah adalah orang yang paling rendah hati, meskipun dia memiliki
segala kebajikan dan keutamaan orang-orang dahulu kala dan orang-orang
sekarang, dia seperti sebuah pohon yang berbuah. Menurut sebuah riwayat,
beliau bersabda, “Aku diperintahkan untuk menunjukkan perhatian kepada
semua manusia, untuk bersikap baik hati kepada mereka. Tidak ada Nabi yang
sedemikian diperlakukan dengan sewenang-wenang oleh manusia selain aku.”

Kita tahu bahwa beliau dilukai kepalanya, ditanggalkan giginya, lututnya
berdarah karena lemparan batu, tubuhnya dilumuri kotoran, rumahnya
dilempari kotoran ternak. Beliau di hina, dan di siksa dengan keji.

Saat beliau berdakwah di Thaif, tak ada yang didapatkannya kecuali hinaan
dan pengusiran yang keji. Ketika Rasulullah menyadari usaha dakwahnya itu
tidak berhasil, beliau memutuskan untuk meninggalkan Thaif. Tetapi
penduduk Thaif tidak membiarkan beliau keluar dengan aman, mereka terus
mengganggunya dengan melempari batu dan kata-kata penuh ejekan. Lemparan
batu yang mengenai Nabi demikian hebat, sehingga tubuh beliau berlumuran
darah.

Dalam perjalanan pulang, Rasulullah Saw. menjumpai suatu tempat yang
dirasa aman dari gangguan orang-orang jahat tersebut. Di sana beliau
berdoa begitu mengharukan dan menyayat hati. Demikian sedihnya doa yang
dipanjatkan Nabi, sehingga Allah mengutus malaikat Jibril untuk
menemuinya. Setibanya di hadapan Nabi, Jibril memberi salam seraya
berkata, “Allah mengetahui apa yang telah terjadi padamu dan orang-orang
ini. Allah telah memerintahkan malaikat di gunung-gunung untuk menaati
perintahmu.” Sambil berkata demikian, Jibril memperlihatkan para malaikat
itu kepada Rasulullah Saw.

Kata malaikat itu, “Wahai Rasulullah, kami siap untuk menjalankan perintah
tuan. Jika tuan mau, kami sanggup menjadikan gunung di sekitar kota itu
berbenturan, sehingga penduduk yang ada di kedua belah gunung ini akan
mati tertindih. Atau apa saja hukuman yang engkau inginkan, kami siap
melaksanakannya.”

Mendengar tawaran malaikat itu, Rasulullah Saw. dengan sifat kasih
sayangnya berkata,
“Walaupun mereka menolak ajaran Islam, saya berharap dengan kehendak
Allah, keturunan mereka pada suatu saat nanti akan menyembah Allah dan
beribadah kepada-Nya.”

Ketika Makkah berhasil ditaklukkan, beliau berkata kepada orang-orang yang
pernah menyiksanya,
“Bagaimanakah menurut kalian, apakah yang akan kulakukan terhadapmu?”
Mereka menangis dan berkata, “Engkau adalah saudara yang mulia, putra
saudara yang mulia.”
Nabi Saw. bersabda, “Pergilah kalian! Kalian adalah orang-orang yang
dibebaskan. Semoga Allah mengampuni kalian.” (HR. Thabari, Baihaqi, Ibnu
Hibban, dan Syafi’i).

Abu Sufyan bin Harits, sepupu beliau, lari dengan membawa semua
anak-anaknya karena pernah menyakiti Rasul Saw., maka Ali bin Abi Thalib
Ra. bertanya kepadanya,
“Hai Abu Sufyan, hendak pergi kemanakah kamu?”
Ia menjawab, “Aku akan keluar ke padang sahara. Biarlah aku dan
anak-anakku mati karena lapar, haus, dan tidak berpakaian.”

Ali bertanya, “Mengapa kamu lakukan itu?” Ia menjawab, “Jika Muhammad
menangkapku, niscaya dia akan mencincangku dengan pedang menjadi
potongan-potongan kecil.”

Ali berkata, “Kembalilah kamu kepadanya dan ucapkan salam kepadanya dengan
mengakui kenabiannya dan katakanlah kepadanya sebagaimana yang pernah
dikatakan oleh saudara-saudara Yusuf kepada Yusuf,
….Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami dan
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa). (QS. Yusuf
[12]: 91).

Abu Sufyan pun kembali kepada Nabi Saw. dan berdiri di dekat kepalanya,
lalu mengucapkan salam kepada beliau seraya berkata, Wahai Rasulullah,
...Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan engkau atas kami dan
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa). (QS. Yusuf
[12]: 91).

Rasulullah Saw. pun menengadahkan pandangannya, sedang air matanya
membasahi pipinya yang indah hingga membasahi jenggotnya. Rasulullah
menjawab dengan menyitir firman-Nya,
…Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu. Mudah-mudahan Allah
mengampuni (kamu) dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.
(QS. Yusuf [12]: 92).

Imam Bukhari meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah
Saw. bersabda kepadanya, “Bacakan al-Quran kepadaku.”

Ibnu Mas’ud berkata, “Bagaimana aku membacakannya kepada Engkau, sementara
al-Quran itu sendiri diturunkan kepada Engkau?”

“Aku ingin mendengarnya dari orang lain,” jawab beliau. Lalu Ibnu Mas’ud
membaca surat an-Nisa hingga firman-Nya,
Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti) apabila Kami mendatangkan
kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). (QS.
an-Nisâ [4]: 41).

Begitu bacaan tiba pada ayat ini, beliau bersabda, “Cukup.”

Ibnu Mas’ud melihat ke arah beliau, dan terlihatlah olehnya bahwa beliau
sedang menangis.

Dalam kisah ini kita memperoleh pelajaran berharga, bahwa Rasulullah SAW.
sangat mencintai umat manusia. Beliau sangat mengharapkan agar orang-orang
kafir itu beriman. Karena balasan kekafiran adalah neraka yang
menyala-nyala. Rasulullah sendiri pernah melihat neraka. Dia melihat
sungguh mengerikan neraka itu. Hingga ketika menyadari hal itu,
mengalirlah airmatanya dengan deras.

Abu Dzar Ra. meriwayatkan dari Nabi SAW., bahwa beliau mendirikan shalat
malam, sambil menangis dengan membaca satu ayat yang diulang-ulangi,
yaitu,
Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba
Engkau juga. (QS. al-Maidah [5]: 118).

Dan diriwayatkan saat hari kiamat tiba, beliaulah orang yang pertama kali
dibangkitkan. Yang diucapkannya pertama kali adalah, “Mana umatku? Mana
umatku? Mana umatku?”
Beliau ingin masuk surga bersama-sama umatnya. Beliau kucurkan syafaat
kepada umatnya sebagai tanda kecintaan beliau terhadap mereka. Beliau juga
sering berdoa,
Allahumma salimna ummati. Ya Allah selamatkan umatku.

Keadaan diri Nabi Muhammad SAW. digambarkan Allah SWT. dalam firman-Nya,
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat
terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap
orang-orang mukmin. (QS. at-Taubah [9]: 129).

Alangkah buruknya akhlak kita bila tak mencintai Nabi, sebagaimana Nabi
mencintai kita, berkorban untuk kita, dan meneteskan airmatanya untuk
kita.
Di sini, apakah kita hanya berdiam diri saat Nabi dihina, seolah kita
bukan lagi umatnya.
Apakah kita rela Nabi berdakwah seorang diri dan kemudian dilempari batu
hingga berdarah-darah, sementara umatnya yang begitu banyak hanya bisa
berdiam diri?
Tangisan sang Nabi hendaknya menjadi pengingat kita, untuk lebih
mencintainya, membelanya, bahkan berkorban nyawa untuknya, sebagaimana ia
telah berkorban nyawa untuk kita agar kita selamat dari siksa neraka.

Ya Allah, berilah kami karunia untuk mecintai Nabi-Mu dan menapaki
jalannya yang lurus, bukan sebagai orang yang sesat lagi menyesatkan. Ya
Allah, curahkan shalawat untuk Muhammad selama siang masih berganti malam,
Ya Allah, curahkanlah shalawat untuk Muhammad selama ahli dzikir dan para
shalihin melantunkan dzikirnya, Ya Allah, kumpulkanlah kami dengan Nabi
kami Muhammad di Surga Firdaus yang tinggi dan sejukkanlah pandangan dan
mata hati kami dengan melihatnya dan berilah kami kesempatan untuk minum
dari telaganya, hingga kami tidak akan haus dan dahaga selamanya. Shalawat
dan salam semoga tercurah atas Nabi kita Muhammad , atas segenap keluarga
dan sahabat beliau.
Previous
Next Post »
Show comments
Hide comments