Namaku Izrail (bag 2)

Namanya Izrail

"Ya Allah", ujarku setengah tak percaya. "Engkau...engkau... Izrail malaikat?", tanyaku.

Ia mengangguk. Baru kusadari ia yang berdiri dihadapanku ini memang berkulit sangat bersih. Bahkan bisa kubilang bersinar. Persis seperti gambaran buku-buku tentang orang-orang yang ahli ibadah. Halus, nyaris tanpa otot dan bulu. Ya mirip kulit bayilah. Ya bulu, sama sekali tidak ada bulu dikulitnya. Wajahnya ganteng, bahkan nyaris cantik. Mungkin kenyal-kenyal dikit kalau dipegang-pegang seperti bunyi iklan sabun mandi "Dove", pikirku. Aku yakin, ia bisa menjadi Casanova nomor wahid kalau ia mau. Atau kalau mau jadi iklan sabun mandi, mungkin cocok untuk sabun mandi apapun. Dalam arti sabun mandi kecantikan atau kegantengan. Soalnya memang sampai saat ini, kalau saja ia tidak bersuara, sulit sekali membedakan antara laki-laki atau wanita.

Rambutnya teratur rapi tidak panjang dan tidak terlalu pendek, lurus tergerai. Sedang-sedang saja, tidak seperti orang yang habis bercukur maupun tidak bercukur lama. Malah nampaknya tidak pernah ditumbuhi kumis. Alisnya nyaris bertemu diatas hidungnya yang bangir. Dengan sorot mata yang lembut namun dingin. Bibirnya seolah terus-menerus tersenyum simpul, setengah meledek melihat kebingungan dan sekarang kekagetanku. Bahkan, sebenarnya lebih mirip bibir joker musuh bebuyutannya tokoh komik Batman dan Robin atau salah satu bintang film yang menjadi ikon sabun mandi terkenal. Walah..., senyumnya memang mirip Tamara Blezinky.
Tidak ada yang aneh sebenarnya kalau saja orang tidak berada dalam jarak dekat. Aku yang cuma beberapa puluh senti darinya bisa melihat keganjilan sosok yang jangkung dan tampan ini. Bau harum yang tak pernah kucium dari bunga atau pewangi manapun dihirup hidungku. Rasanya bau harum, manis, dan menenangkan. Kok ya, si Izrail ini pake minyak wangi darimana pikirku. Bisa membuat aroma terapi seperti itu. Mungkin efek wewangian ini juga yang menenangkan diriku, Entahlah, aku sendiri masing dipengaruhi kebengongan dan kebingungan.

Aku masih membanding-bandingkan sosoknya dengan beberapa public figure yang sering kulihat di bioskop dan televisi. Seingatku tidak ada peragawan ataupun bintang film yang mirip dengan dia ini. Leonardo Di Caprio yang tampan imut-imut pun tidak seperti dia, atau Pau Min Che yang aktor F4 pun jauh banget. Entah suku apa si Izrail ini. Dari melongo, kaget, bingung sekarang ada yang merambat pelan-pelan disekujur tubuhku. Bulu-bulu kudukku berdiri serentak, meremang diantara keringatku yang mulai merembes dan terasa dingin disekujur tubuhku. Aku mendadak disergap rasa takut amat sangat.

Namun itu tak berlangsung lama. Entah darimana datangnya, perasaanku yang campur aduk itu menemukan titik keseimbangannya manakala mencermati sosok yang berdiri dihadapanku ini. Wah, memang efek wewangian ini yang membuatku tenang pikirku. Tubuhku sudah kembali ke posisi rebahan di pembaringan. Tanpa daya. Kuamati lagi sosok Izrail yang ada di hadapanku. Tepatnya bukan dihadapanku. Tapi diujung ranjangku.
Ya, saat itu aku sebenarnya lagi terbaring lemas dipembaringanku. Bukan sakit atau pun meriang. Cuma seperti kurang gairah. Waktu itu sudah menjelang tengah malam. Jadi sebenarnya aku sudah bersiap-siap mau rebahan untuk tidur setelah membolak-balik beberapa lembar surat dari Al Qur'an versi H.B. Jassin yang diberi judul "Bacaan Mulia". Namun kedatangannya yang tiba-tiba membuyarkan kantukku. Tak ada yang bisa kukatakan saat itu. Pelan-pelan, karena kulihat ia juga cuma berdiri disitu, aku mulai mencoba menenangkan diri. Menatapnya dengan tolol. Lalu kuberanikan diri membuka dialog lagi setelah beberapa detik kebisuan melanda kami berdua. Aku mulai menyadari datangnya sesuatu.

"Sudah waktunyakah aku?", tanyaku pelan. Sangat pelan sekali. Kupikir ia tak mendengar ucapanku. "Ya, sudah saatnya menghadap Dia", katanya. Beberapa jenak aku pun cuma bisa menatapnya lagi. Tanpa komentar dan rasa apapun. Hambar. Lalu entah bagaimana tiba-tiba saja aku nyeletuk tenang. Lagi-lagi, kurasakan ketenanganku karena pengaruh wewangiannya.
"Boleh aku meminta sesuatu sebelum engkau mengambilku...", harapku. Ia tidak kelihatan bimbang, malah sepertinya sudah tau kalau aku akan sedikit rewel. Ia cuma mengangguk. Lalu, entah ide darimana, lidahku fasih bertanya. "Ceritakan tentang kamu...".

Hikayat Izrail
Begitu saja. Ketika Ia Berkehendak melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya, maka aku mengada seperti yang lainnya dari jenisku. Tercipta begitu saja dari al-Haba dan Nur Muhammad, berkas-berkas debu dan cahaya yang memanifestasikan Kun Fa Yakuun. Aku adalah satu diantara yang tak terhitung, yang Dia ciptakan untuk menjaga kelangsungan Kun Fa Yakuun. Aku adalah bagian dari Kehendak dan Kemahakuasaan-Nya. Ada milyaran proses yang menyertai Kuasa-Nya. Sejumlah itulah kami ada. Baik yang nyata maupun yang kasat mata. Baik yang terasa maupun tidak terasa. Baik di dalam maupun di tapal batas semesta.

Masing-masing dari kami mempunyai tugas-tugas yang spesifik. Aku adalah salah satunya yang bertugas setiap saat, bersiap sedia bilamana semua makhluk sudah tiba untuk dikembalikan kepadaNya. Karena aku dari jenis makhluk yang mengikuti kepatuhan-Nya, maka aku sebenarnya tidak pernah terikat oleh ruang dan waktu, kendati aku selalu mengikuti arus Sang Waktu, seperti layaknya mahluk lain yang berada dalam kisaran tersebut.

Jadi pendeknya aku tak pernah mati, sebelum yang lainnya kumatikan atas kehendak-Nya. Atau makhluk semacam itulah; Yang bertasbih tanpa kenal lelah, tak kenal waktu ataupun pengertian-pengertian relativistik seperti yang dinisbahkan kepada kaummu.

Tugasku ya seperti yang kamu rasakan ini, mengembalikan serpihan-serpihan cahaya kembali ke asalnya, ke awal mula penyaksian-Nya, ketika kalian bersaksi "Ya, Kami bersaksi!" . Aku biasanya cuma sekedar menerima catatan dari Lauh Mahfuzh, siapa-siapa yang harus kujemput saat itu. Hanya saja, karena aku tak pernah mengenal waktu, aku bisa berada dimana saja, kapan saja, tapi bukan Coca Cola lho.

O ya, ngomong-nomong soal debu & cahaya. Memang aku terbuat dari serpihan-serpihan debu & cahaya yang menjaga proses Kun Fa yakuun. Sebenarnya, aku dan yang lainnya ada karena Dia mempunyai Kehendak dan Keinginan Yang Tak Terbantahkan; Dia ada karena Kekekalan diri-Nya, kemandirian-Nya, sehingga bagi selain-Nya, maka Dia adalah Perbendaharaan Tersembunyi.

bersambung......

kutipan : atmonadi (sufinews.com)


Previous
Next Post »
Show comments
Hide comments