Perjuangan Mempertahankan Keyakinan (1)

Assalamualaikum Wr Wb.

Sebelum aku memulai cerita aku ini, izinkanlah aku untuk memohon maaf
apabila ada pihak2 yang tidak berkenan dengan cerita aku ini, terutama
keluargaku. Untuk itu nama2 orang dan tempat tidak akan aku sebutkan.
Aku ucapkan terimakasih untuk
Retno (bukan nama sebenarnya) dari Univ. T.
di kotaku yg mau menuliskan kisah sejati aku ini. Semoga kisah sejati aku
ini menjadi inspirasi buat orang yg membacanya atau mengalami hal yg sama.

Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan Hidayah pada kita semua.
Aku, panggil saja "Mawar", beurusia 30an thn dilahirkan di sebuah pulau
di sebrang pulau jawa, di kota P. Aku lahir sebagai anak terakhir dari 4
besaudara. Kakakku yg pertama dan kedua, laki2, sedangkan yg ketiga
perempuan. Kami berasal dari keluarga keturunan dan kami merupakan
generasi ke 4 yg sudah menetap di negri ini. Kakek buyut kami merupakan
pendatang dari negri jauh dr sebrang di awal abad 20. Keluarga kami
memulai bisnis benar2 dari bawah, menurut cerita orang tua kami, dulu
kakek buyut kami hanya berjualan dengan pikulan bahan2 kebutuhan pokok
seperti gula, garam, beras dll keluar masuk kampong. Usahanya baru
berkembang dengan pesat setelah pada tahun2 awal setelah kemerdekaan,
pemerintah pada waktu itu mulai menggalakan usaha yg dilakukan oleh
bangsasendiri/ pribumi.

Waktu itu dikenal istilah Ali Baba. Ali untuk pangggilan pribumi,
sedangkan Baba untuk warga keturunan seperti kami. Waktu itu pengusaha
pribumi asli diberikan kemudahan perizinan usaha, bahkan mengimport
dari negara2 lain, tapi umumnya mereka tidak punya banyak modal. Waktu itu
banyak warga keturunan yg mempunyai banyak modal kemudian membeli ijin
usaha yg diperoleh olah para bribumi tsb, sehingga mereka secara mudah
melakukan export import dengan negri2 tetangga (singapura, Malaysia,
hongkong, dll) yg pada waktu itu memang juga dikuasai olah warga dari
etnis kami.

Singkat cerita, bisnis keluarga kami benar2 menjadi semakin besar dan
merambah ke segala bidang, mulai dari pertambangan, tambang emas,
property, perkebunan, dll. Boleh dibilang kekayaan keluarga kami sudah
diatas rata2 dari orang kaya di negri ini, above than ordinary rich.
Harta kekayan kami yg amat melimpah itu sampai orang tua kami kadang
kala risau seandainya tiba2 kami sekeluarga (tiba2) meninggal sehingga tak
adayg mengurus harta yg sedemikian banyaknya itu. Untuk itu kami
sekeluarga tak pernah melakukan perjalanan dengan pesawat secara bersama2.
Andai
kami sekeluarga akan melakukan liburan pada saat dan tempat yg sama, maka
biasanya kami dibagi menjadi 2 atau 3 penerbangan, Papa dan mama satu
pesawat, dan kami sisanya juga dibagi 2 penerbangan yg lain. Sehingga
ap
abila terjadi sesuatu musibah, maka akan tetap ada bagian keluarga
kami yg masih selamat, dan tetap bisa mengurus bisnis dan kekayaan kami. Aku
sengaja cerita panjang lebar latar belakang keluarga kami, sebab ini
akan berhubungan sekali secara emosi dengan kisah aku selanjutnya.
Papa kami lahir dan dibesarkan di pulau ini, selepas sekolah menengah
atas beliau melanjutkan sekolah bisnis di negri H, sehingga begitu kembali
ke negri ini, beliau manjadi businessman yg amat handal, dan mempunyai
banyak teman2 bisnis di berbagai negara. Papa sebenarnya orang yg rendah
hati,
pendiam, bicaranya terukur dan seperlunya, jarang marah pada anak2nya.
Sedangkan mama, sebenarnya berasal dari pulau lain, dia dulu pernah
bekerja pada perusahaan kakek kami (orang tua dari papa), sebelum
akhirnya bertemu papa dan menikah. Mama orangnya keras, pintar, lincah,
banyak
pergaulan, sehingga kadang kami berpikir, papa seperti takluk pada
mama.Banyak kebijakan perusahaan yg berasal dari ide mama, dan memang selalu
sukses. Papa dan mama, memang pasangan yg serasi, saling mengisi
kekurangan. Masa kecil aku lalui dengan penuh kebahagian, dan sejak SD
sampai SMA aku disekolahkan disebuah sekolah swasta terkemuka di kota
kami, yg siswanya banyak berasal dari anak2 pejabat, bupati, gubernur,
dll. Aku berbaur dengan siapapun tanpa memandang golongan, agama dan
ras.Kadang aku diundang untuk mampir bermain kerumah mereka (anak bupati,
gubernur) sepulang sekolah, sehingga aku mengenal l
abih dekat dengan
keluarga mereka. Ini pula yg kelak bermanfaat buat perusahaan keluarga
aku.

Di sekolah kami, ada pelajaran agama untuk tiap2 pemeluknya. Pada saat
itu tiap ada jadwal pelajaran agama tertentu, maka bagi pemeluk agama yg
lain diperbolehkan keluar kelas, tapi boleh juga tetap tinggal dikelas
ap
abila memang menghendaki. Jadi misalnya hari ini giliran pelajaran agama
Islam, maka murid2 non muslim diperbolehkan meninggalkan kelas, begitupula
sebaliknya ap
abila ada pelajaran agama lain. Tapi aku sendiri sering
tetaptinggal dikelas mendengarkan apa yg diajarkan ibu guru agama Islam di
kelas kami.
Saudara2 ku semua..Entah kenapa aku yg sejak lahir dididik secara non
muslim, bahkan tiap minggu aku beribadah di tempat ibadah kami, merasa
tertarik dengan
ajaran agama Islam. Aku sendiri tak tahu datangnya dari mana. Semacam ada
panggilan dari hati aku yg paling dalam, tapi saat itu aku pikir
mungkin itu hanya rasa keingintahuan semata, bukan mendalami secara jauh dan
mendalam. Tiap mendengar azan, entah kenapa hati aku selalu bergetar.
Dirumah kami yg besar, kadang hanya aku seorang diri, orang tua kami
selalu sibuk di Jakarta sehingga hanya beberapa hari dirumah dalam
sebulan, kakak2 aku ada yg sudah kuliah di luar negri, sehingga rumah
mempunyai 6 kamar yg besar2, yg seharusnya cukup untuk menampung 20
orang, hanya dihuni oleh aku sendiri. Pembantu, sopir, satpam, tinggal di
pavilion khusus untuk mereka yg terletak terpisah dengan rumah induk.
Dalam kesunyian itu hati aku merasa sejuk tiap mendengar ayat suci Al
Quran yg kadang tak sengaja aku dengarkan di TV.

Kembali ke pelajaran agama di kelas. Entah mengapa aku makin tertarik
untuk mendalami ajaran agama Islam tiap ada pelajaran agama dikelas.
Melihat ibu guru yg mengenakan kerudung, dengan wajah yg bersih,
bersinar, hati aku terasa sejuk. Dengan melihat wajah ibu guru itu saja aku
sudah
merasa damai. Tanpa aku sadari kadang aku mencatat apa yg ibu guru iru
ajarkan, bahkan aku mulai hapal diluar kepala ayat2 yg pendek2. Itu
semua benar2 terjadi begitu saja, tanpa ada aku sadari dan tanpa bisa
dicegah
oleh diri aku sendiri. Pernah ibu guru tsb menghampiri aku yg tak
sengaja, secara reflex mencatat pelajaran tetang haji yg dia tulis di papan
tulis. Beliau tahu aku non muslim, dan menghampiri tempat duduk ku, jantung
ku
berdebar keras membayangkan kemungkinan aku diusir dari kelas.
Tetapi.....ternyata beliau dengan senyumnya ramah melihat catatan yg
aku tulis, sambil berkata, "Insya Allah kelak suatu saat Mawar bersama
dengan ibu melaksanakan ibadah Haji ya.."

Sejak saat itu hubunganku dengan Ibu guru (sebut saja ibu guru Aisyah)
makin akrab, aku hampir tidak sabar menunggu datangnya hari pelajaran
ibu Aisyah. Hubunganku dengan beliau bagai anak dan ibu. Tetapi saat itu
aku juga tetap mengikuti pelajaran agama yg saat itu masih aku anut, walau
lebih banyak melamun, bahkan tidak mencatat sama sekali apa yg
diajarkan.

Sebagai gadis remaja, tinggiku sekitar 160cm, tentu sedang mekar2nya
dan giat2nya mancari pacar. Teman2ku banyak yg mengatakan kalau tubuhku
Indah proporsional, berwajah oriental, bakalan banyak menarik perhatian
laki2. Plus dengan latar belakang keluarga ku yg amat berkecukupan, makin
banyak laki2 yg tergila2 padaku. Entah kenapa saat itu aku tidak tertarik
dengan laki2 yg berasal dari etnis ku. Tiap hari jumat melihat siswa2 pria
melakukan ibadah shalat jumat, hatiku langsung bergetar, membayangkan
andai salah seorang dari mereka adalah pacarku, dengan wajah bersih
bersinar dan masih basah tetesan air wudhu, berjalan ke masjid di
seberang sekolah, ah...alangkan
indahnya membayangkan wajah2 tersebut. Tapi
saat
itu aku tahu diri, aku yg berasal dari etnis keturunan, apakah ada
laki2 pribumi yg mau menjadikan aku pacarnya. Aku tahu masih banyak dari
mereka yg membedakan ras, dan berpacaran dengan ras kami masih dianggap
memalukan, bahkan bisa jadi ejekan dan gunjingan dilingkungan
keluarganya. Aku pernah berpacaran dengan anak bupati dikota ku, tapi
kemudian dia
memutuskan hubungan kami, dikarenakan ayahnya akan mencalonkan diri
menjadi Gubernur, dan dia tidak mau ada anggota keluarganya yg bisa
menghambat pencalonan tsb. Misalnya anaknya dengan berpacaran dengan
ras lain (
question). Walau alasan itu amat sangat mengada2 tapi aku terima dengan
lapang dada. Memang aku sudah menyadari akan ada penolakan, karena aku
berasal dari etnis non pribumi. Aku tahu orang tuanya tentu tak
merestui anaknya berhubungan terlalu jauh dgn orang yg bukan dari ras
mereka,
dan berlainan agama.

Walau begitu hatiku sudah bulat untuk kelak memiliki pasangan hidup
seorang pribumi, dan aku bahkan bersedia memeluk Islam sebagai agama
ku. Kelak keputusan hidupku ini akan menjadi perjalanan panjang dan penuh
cobaan dalam hidupku.

Selepas SMA aku melanjutkan study ke Ausie lalu ke negri Paman Sam,
mengikuti kakak2 ku yg sudah berada disana. Tak banyak yg perlu aku
ceritakan dgn masa2 studiku disana. Hampir 5 tahun kemudian aku kembali
ke tanah air, dengan gelar master di tangan dan aku mengabdi ke perusahaan
keluargaku untuk membesarkan bisnis mereka. Dalam waktu singkat
perusahaan kami memperoleh profit yg amat meningkat, dan terus membesar,
serta
mulai merambah ke banyak sektor bisnis. Aku banyak memiliki akses ke para
petinggi di daerahku karena semasa sekolahku dulu aku sudah mengenal
beberapa keluarga mereka. Semua urusan perijinan yg menyangkut
perusahaanku, bisa aku selesaikan dengan mudah. Aku masih tetap
melajang di pertengahan usia 20an tahun. Banyak pria2 yg berusaha menarik
perhatian ku, dari pengusaha2 muda yg sukses bahkan sampai pemilik
perusahaan2
besar. Tapi hatiku tak bergetar sama sekali. Aku belum menemukan
seseorang yg benar2 menjadi soulmate ku. Sekedar mencari suami amatlah mudah
bagiku, ibarat hanya menjentikan jari maka puluhan pria akan mendatangi ku.
Tapi aku benar2 mencari seorang soulmate, belahan jiwa sejati untuk
mendampingi ku.

Sampai suatu ketika perusahaan kami memperoleh karyawan baru dari
kantor cabang kami di pulau Jawa. Orangnya 3 tahun lebih tua dari ku,
wajahnya
bersih, dia berasal dari etnis pribumi Jawa. Tutur katanya lemah
lembut, sopan, tubuhnya tinggi, proporsional, dan ah...ini dia..dia seorang
muslim yg shaleh. Sejak kedatangan dia dikantor kami, para wanita gak
h
abis2nya membicarakan tentang dia, dan berlomba bisa mendapatkan dia.
Menurut
laporan kantor kami, dia amat rajin, jujur dan berprestasi di kantor yg
lama, sehingga dia dipromosikan pekerjaan yg lebih tinggi dan menantang
di kantor kami ini. Kebetulan kerjaan yg akan dia kerjaan akan menjadi
satu divisi dengan ku. Sehingga aku akan banyak berhubungan dengan dia.

Mula2 di bulan2 pertama aku masih bersikap 'Jaim' jaga image, karena
aku ini anak dari pemilik perusahaan ini. Tapi lama2, hatiku gak bisa
berbohong,.. hatiku sedikit tapi pasti, luluh juga... aku mulai jatuh
cinta. Pernah suatu ketika seh
abis mengunjungi kantor gubernur aku satu
mobil dengan dia. Ditengah jalan dia minta ijin padaku untuk berhenti
sebentar di masjid raya di kota ku untuk shalat ashar. Dari dalam
mobil, aku perhatikan gimana dia berwudhu, lalu melangkah masuk ke masjid
dan
melakukan ibadah....ahhh. .andai aku kelak bisa mengikuti di belakang..

Awal2nya aku memanggil dia dengan sebutan formal dikantor 'Pak' dan dia
juga memanggilku 'Ibu'..tapi lama2 kelamaan secara tak sengaja aku
mulai memanggil dia 'mas', karena aku sering lihat keluarga jawa memanggil
orang yg lebih tua, suami, kakak, dengan sebutan mas. Mulanya dia agak rikuh
tiap aku panggil demikian, tapi lama kelamaan mulai terbiasa,. Tapi itu
hanya aku lakukan ap
abila hanya sedang berdua dengan dia, tidak didepan
orang2 kantor. Akupun mulai meminta dia memanggilku 'Dik', aku merasa
risih tiap kali dia panggil aku 'Ibu Mawar'.
Seiring dengan waktu, sesuai pepatah jawa, "witing tresno jalaran soko
kulino", cinta akan tumbuh karena terbiasa selalu bersama2.
Bisa dibayangkan gimana awal kisah cinta kami...didalam mobil yg
disupiri sopirku, kami sama2 duduk dibelakang. Awalnya kami hanya
membicarakan
dan membahas berkas2 pekerjaan, kadang secara tak sengaja tangan kami
saling sentuhan. Dan dia secara sopan segera menarik, dan minta
maaf..Ah..sebel rasanya..padahal akulah yg menginginkannya. Tapi itu tak
berlangsung
lama, pada akhirnya dia takluk juga, kadang aku biarkan tangan dia memegang
berkas, lalu aku pura2 membahasnya sambil tanganku menyentuh jari dan
tangannya. Kadang aku genggam jarinya,..dan lama kelamaan dia memberikan
response..dia juga menggenggam tanganku...ahh Kadang kalau mobil kami sudah
mau sampaitujuan, aku pura2 minta supirku untuk kembali ketempat lain, aku
pura2 ada yg tertinggal.. padahal aku hanya ingin berlama2 dengan dia (sebut
saja mas Fariz) di mobil.
Pernah suatu ketika aku pura2 ada yg tertinggal dan suruh sopirku
membawa kami berdua ke rumah ku. Begitu mobil kami memasuki halaman rumahku
yg
besar, wajahnya tampak pucat pasi. Dia tampak ketakutan dan gugup. Dia
bilang nanti kalau papaku (alias big boss dia) akan marah kalau melihat
dia jam kerja begini malah mampir kerumah dia. Aku bilang tak perlu
takut, bukankah aku, anaknya big boss, yg membawa dia kesini.
Hampir setahun sudah dia bekerja bersama denganku, dan hubungan kami
sudah makin erat, tapi dia belum menyatakan cintanya padaku. Mungkin dia
takut aku akan menolaknya, apalagi keyakinan kami pada saat itu masih
berlainan. Hingga suatu ketika dia menelponku, dan mengajak bertemu disuatu

restoran di luar kota, dia memintaku datang tanpa sopir. Dia tidak mau ada
orang
kantor yg melihat kami berdua. Di restoran itu dia menyatakan cintanya
padaku...langsung saat itu juga aku terima. Dan aku katakan pada dia,
kalau aku merasa mas Fariz adalah soulmate ku. Aku akan bersedia
memeluk Islam mengikuti agama yg dia anut. Aku juga katakan kalau memang aku
sudah sejak lama tertarik dengan agama Islam, jadi mas Fariz semoga bisa
menjadi pembimbingku. Aku bisa melihat air mata dia meleleh dari kedua
matanya.
Seumur hidupku baru kali ini aku melihat seorang laki2 berlinangan air
mata karena aku, tak terasa akupun tak kuasa menahan airmataku meleleh
dipipiku. Aku yakin aku sudah mendapatkan 'Soulmate' ku dan akan aku
pertahankan sampai kapanpun dan dengan cara apapun.

Di kantor kami tetap bekerja seperti biasa, seperti tak ada hubungan
suatu apapun. Tetapi diluar kantor kami benar2 sepasang kekasih yg lagi
jatuh
cinta, dia mulai mengajariku shalat, dan sedikit2 bacaan doa. Dia
memang benar2 lelaki yg taat, dia menjaga kesopananku, tak pernah melebihi
batas, walau kadang aku yg menggoda, tapi dia selalu bilang, sabar..tunggu
tanggal mainnya. Tapi serapat apapun kami tutupi hubungan kami,
akhirnya sedikit demi sedikit bocor juga oleh orang2 kantor kami. Sampai
akhirnya terdengar di telinga papaku.

Suatu hari tiba2 papaku datang ke ruanganku, padahal papaku amat sangat
jarang datang ke ruang kerja ku, kalau ada keperluan biasanya aku yg
dipanggil menghadap. Aku lalu diajak bicara berdua dengan beliau. Mula2
papa tidak menanyakan hubungan ku dengan Fariz, tapi sedikit demi
sedikit dia mulai mengarahkan pembicaraan ke arah sana. Sampai akhirnya dia
menanyakan kebenaran hubungan ku dengan Mas Fariz. Aku tak sanggup
menjawab, wajahku tertunduk. Papaku terus menatapku, menunggu
jawabanku. Aku tak sanggup berbohong, kalau aku bilang tidak, itu bertolak
belakang dengan hati ku, sebaliknya kalau aku bilang iya, aku khawatir
kerjaan
Mas Fariz akan manjadi taruhannya. Akhirnya aku hanya bisa menangis....
Keesokan harinya, Mas Fariz tidak hadir lagi dikantor, menurut orang2
kantor, dia dip
indahkan kembali ke pulau Jawa mulai hari ini, dan aku
mulai kehilangan kontak dengan dia.
Seminggu kemudian dia menelpon ku, dia cerita panjang lebar, bahwa pada
hari itu, setelah papa menemui ku, ternyata papa langsung menemui dia,
dan keesokan paginya dia sudah harus kembali ke kantor yg lama. Dia juga
cerita kalau keadaan makin parah, karena nyaris tiap karyawan
dikantornya sudah mendengar kabar hubungan dia dengan aku. Dan banyak yang
menggunjingkan kalau mas Fariz, mengincar harta dan kedudukan, karena
berpacaran dengan anak pemilik perusahaan. Dia sampai berulang kali
menyebut nama Allah, dan bersumpah kalau dia mencintaiku bukan karena
itu semua. Dua minggu kemudian, dia memutuskan mengundurkan diri dari
perusaan
kami, tapi kami tetap saling berhubungan melalui telp. Dia berjanji mencoba
mancari pekerjaan di perusahaan lain yg punya cabang di kotaku,
sehingga bisa bekerja dikotaku dan kembali menemui ku. Tuhan memang sudah
berencana, akhirnya 3 bulan kemudian mas Fariz sudah mendapat pekerjaan
dan di tempatkan kembali di kotaku walau dengan gaji yang jauh lebih
kecil. Dia bilang sekarang sudah bebas berhubungan dengan ku, dia tidak
ada ikatan apa2 dengan perusahaan ku. Tak ada yg bisa melarang. Aku
amat terharu, dia korbankan karir pekerjaannya karena aku. Aku berjanji
apapun yg terjadi aku tak akan tinggalkan dia.
Sekarang kami bebas behubungan tak perduli lagi dengan omongan orang2
kantor, karena dia toh tak lagi bekerja di perusahaan kami ini. Tapi
ternyata papa kembali mengetahui ini, dan kali ini malahan mama ikut
turun tangan. Aku diceramahi h
abis2an..
Mereka sebenarnya tidak membeda2kan ras, mereka tidak keberatan aku
berhubungan dgn siapapun, tapi mereka mulai curiga kalau aku mulai akan
p
indah keyakinan. Dan itu mereka kurang bisa menerima. Aku sudah
jelaskan baik2 bahwa aku sudah cukup dewasa dan bisa mengambil keputusan
buat
hidupku sendiri tanpa tergantung papa dan mama. Ternyata jawabanku yg
demikian itu membuat mereka tambah murka dan tersinggung. Mereka
katakana bahwa tanpa mereka jalan hidupku tidak akan seperti ini. Banyak
orang
yg akan rela mati demi merasakan hidup seperti ku. Rumah mewah, sopir
tersedia tiap saat, mobil mewah ada di garasi, uang melimpah, dihormati
kemana aja pergi, dll. Mereka juga katakan, tanpa mereka aku tak akan
pernah sanggup memperoleh kehidupan spt ini. Aku hanya menangis
mendengar apa yg mama papa ku katakan. Tapi hatiku sudah bulat apapun yg
terjadi
aku tak akan tinggalkan Mas Fariz. Cinta pertamaku dan terakhir.

Walau orang tua ku terus menentang, cintaku ke mas Fariz tak pernah
surut. Akupun makin giat memperdalam agama Islam. Seringkali aku saat
istirahat kantor, aku pergi ke toko buku besar di Mal. Aku baca2 buku
tentang
Islam. Pernah aku ajak orang kantor untuk ikut aku ke toko buku tsb. Dan dia
tegur aku, karena dia pikir aku salah memilih bagian rak buku. Dia
ingatkan aku kalau aku di bagian rak buku2 Islam. Aku bilang memang
benar, aku mau membaca buku2 tentang Islam.

Makin hari hubunganku dengan papa mama makin renggang. Padahal aku
sudah bicara sebaik mungkin dengan mereka. Kakak2ku semuanya juga sudah
terprovokasi. Mereka mulai menjauhiku. Kedua kakak laki2 ku sudah
menikah dan menetap di Jakarta menjalankan perusaahan kami disana, sehingga
papa dan mama sekarang lebih banyak menetap dikota kami.

Dirumah, perlakuan mereka makin hari makin berubah terhadap ku. Aku
makin dianggap bukan lagi bagian keluarga mereka. Tiap makan malam, mereka
tak lagi mengajakku makan bersama2 di meja makan. Pembantu dirumah baru
disuruh memanggilku untuk makan ap
abila papa mama dan kakak perempuanku
sudah selasai makan, dan makanan yg ada dimeja makan, sisa mereka, yg
aku makan. Pembantu tidak diperbolehkan menambah makanan. Bayangkan, aku
memakan seadanya sisa dari mereka. Andai mereka makan ayam, maka aku
hanya tinggal kebagian ceker dan kepalanya saja. Bisa dibayangkan bagaimana
sakit hatiku rasanya. Tapi aku tetap bersabar, dan mas Fariz selalu
mengingatkan aku untuk tetap berbakti pada orang tua. Padahal kalau aku
mau, bisa saja aku pergi ke restoran yg paling mahal di kota ku ini.

Puncak dari semua itu terjadi pada suatu malam.
Kakak perempuanku memang sebenarnya kasihan kepadaku, sehingga kadang
dia menyimpan sebagaian makanan yg baru dimasak didapur. Sehingga pada saat
mama papa selesai makan, dia diam2 menghidangkan untukku. Suatu ketika
secara tak terduga, papa mama ku kembali ke meja makan, dan mereka
memergoki kakak ku yg membawa makanan yg dia simpan di dapur untukku.
Langsung mamaku merebut piring yg dibawa kakakku, dan melemparkannya ke
lantai..Sambil menyindir, bahwa kakakku tak perlu kasihan pada ku,
karena aku sanggup hidup tanpa diberi makan dari mama papa dan bisa hidup
m
andiri tanpa mereka. Ohh....Mereka rupanya sudah amat membenciku.. .Hancur
berkeping2 hatiku pada saat itu. Aku hanya bisa menangis, tapi aku tak
menyesal, dan aku akan terus bertahan dengan pilihan hidupku.

Mas Fariz, menyarankan aku untuk bicara baik2 dengan mama dan papa,
mudah2an mereka akan luluh dan mengerti. Suatu malam, aku berkesempatan
mendatangi dan berbicara dengan mereka, dan aku secara baik2 dan sopan,
tak lupa meminta maaf ap
abila aku salah pada mereka. Aku jelaskan baik2
pada mereka apa yg hatiku rasakan, aku tumpahkan semuanya. Tetapi
justru itu membuat mereka tambah murka, mereka juga malah menuduhku telah
diguna2, dan menyarankanku supaya sadar. Oh Ya Allah...Aku sehat wal
afiat, Insya Allah saat itu tak ada satupun guna2 pada diriku. Semua
keinginanku adalah murni dari hatiku, panggilan jiwaku, yg tak bisa
lagi aku cegah. Aku jelaskan pada mama dan papa, bahwa aku sudah cukup umur,
dan bukan lagi gadis remaja lagi, sehingga apapun keputusanku, aku bisa
pertanggungjawabkan -. Aku bisa m
andiri andai keputusan hidupku itu
memang menghendaki demikian. Papa dan mamaku tetap pada pendirian mereka,
bahkan mereka menantangku, kalau sanggup hidup m
andiri, sekarang juga
serahkan
seluruh harta ku yg aku punya selama ini, yg aku dapat selama hidup
dengan mereka.

Karena tekatku sudah bulat. Malam itu pula seluruh kartu credit, ATM,
buku2 bank, aku serahkan pada mereka. Uang yg aku punya benar2 hanya
tinggal yang ada di dompetku. Aku sepertinya tinggal menunggu waktu
saja untuk meninggalkan rumah ini. Keesokan paginya, karena ada suatu
keperluan
aku ingin membuka lemari besi tempat penyimpanan surat2 berharga di rumah
kami. Tetapi berulang kali aku mencoba, aku tak bisa membukanya.
Ternyata nomor kombinasinya sudah diubah oleh mama papaku. Padahal
didalamnya
ada barang2 penting pribadiku, seperti Ijasah, perhiasan, dll. Aku mencoba
menelpon papaku, menanyakan hal ini, dan lagi2 aku mandapatkan jawaban
yg menyedihkan hatiku. Papaku menyindirku, kalau sanggup hidup m
andiri,
kenapa masih mau membuka lemari besi milik keluarga, pasti ada barang2
yg mau dijual didalamnya. Aku benar2 sudah dikucilkan, dan mereka benar2
mencoba menyiksaku dengan cara demikian, sehingga mereka pikir aku akan
menyerah, dan akhirnya mengikuti apa yg mereka mau. Aku adukan semua
itu ke mas Fariz, dan aku katakan kalau aku akan meninggalkan rumah orang
tua ku. Dia tak bisa berkata apa2. Hanya ingatkan aku jangan sampai memutus
silaturahmi dengan orang tua.

Beberapa hari setelah kejadian itu, aku benar2 meninggalkan rumah. Aku
akan tinggal kost didekat kantorku. Aku berpamitan baik2 pada mama dan
papa ku. Tapi mereka menolehpun tidak. Aku masih punya cukup uang di
dompet. Aku bersumpah tak akan meminta uang lagi sepeserpun dari
mereka. Aku bertekad membuktikan kata2 ku untuk hidup m
andiri tanpa harta
siapapun demi mempertahankan keyakinan ku. Selama aku bekerja diperusahaan
papaku, memang secara formal aku di gaji sesuai dengan posisi kerjaku di
perusahaan.Tapi disamping itu tiap bulan, tentu diluar formal
perusahaan, aku mendapat uang saku dari papa ku yg lumayan banyak, hampir
20x lipat
dari gaji resmiku. Sehingga penghasilan total sebulan bisa cukup untuk
hidup mewah setahun. Bahkan seluruh uang simpananku di bank, sudah
mencapai 10 digit. Tentu bukan jumlah sedikit. Bahkan mungkin cukup
untuk biaya hidup seumur hidupku tanpa bekerja.

Aku berharap perusahaan papaku masih memberikan gajiku, dan itu aku
anggap memang uang hasil kerjaku, bukan pemberian. Tapi diakhir bulan aku
tak
memperoleh sepeserpun. Aku sudah meminta agar bisa diberikan cash.
Ketika aku tanyakan ke bagian pembayaran gaji, ternyata mereka sudah
diperintahkan papaku untuk menahan gajiku. Ya Allah, mereka benar2
melakukan cara apapun agar aku benar2 menderita dan pada akhirnya
menyerah.

Saat itu juga aku langsung mengundurkan diri dari perusahaan papaku
itu. Aku tinggalkan perusahaan itu selama2nya.
Ketika aku adukan hal ini pada mas Fariz dia amat sangat sedih dan
meminta maaf padaku, karena gara2 dia hidupku jadi menderita. Dia rela andai

aku tidak kuat dan merubah keputusan. Aku peluk dia, dan aku pastikan
keputusanku tak akan berubah, dan aku makin ingin bisa hidup bersama
dia. Saat itu hanya dialah sandaran hidupku. Dengan berlinangan air mata,
dia sekali lagi menanyakan padaku, apakah aku menyesal dengan keputusanku,
dan apakan aku rela bila menjadi muslimah dan menjadi istrinya. Saat itu
juga aku cium tangannya, dan aku katakan, aku korbankan seluruh kehidupanku
hanya untuk bisa hidup bersamanya, dan aku tak akan mudur ataupun
menyesalinya, apapun yg terjadi aku akan hadapi iklas lahir dan batin.

bersambung...

Previous
Next Post »
Show comments
Hide comments