Perjuangan Mempertahankan Keyakinan (3)

Alhamdulilah, aku amat bersyukur ternyata Allah mendengar doaku. Aku
ingat, bahwa Allah tak akan menguji hambanya dengan melebihi beban yg
sanggup dia pikul. Aku sudah bersyukur bisa memperoleh tempat berteduh,
walau hanya kamarnya kecil (jauh lebih kecil dibanding kamar mandiku,
saat dirumah orang tuaku). Ada lagi yg membuatku merasa tenang, karena ku
tinggal berdekatan dengan rumah Allah, tiap aku merasa sedih, aku
tinggal masuk kedalam masjid, dan mengadukan langsung pada Allah. Karena
tinggal dekat dgn masjid, otomatis shalatku tak terlewatkan sekalipun.
Alhamdulilah hidupku sedikit2 demi sedikit mulai tenang. Aku sering
membantu istri pak Iman memasak dirumahnya, dan sebagai imbalannya,
beliau selalu membekali makanan untuk aku bawa pulang. Sehingga aku tak
perlu
risau memikirkan makanan sehari2. Kalau pak Imam sekeluarga ada
keperluan keluar kota, akulah yang dititipi untuk menjaga rumahnya, dan aku
bisa
tinggal dirumahnya. Sebenarnya mereka sudah menawarkan aku untuk tinggal
bersama mereka. Tapi aku tahu diri tak mau terus menerus merepotkan orang
lain.

Pekerjaanku rutinku tiap hari adalah, membersihkan halaman masjid,
membersihkan kaca2 jendela, Sedangkan pak tua mengepel lantai masjid.
Tiap minggu aku mendapakan honor sekedarnya dari hasil kotak amal di masjid,
tapi kadang aku tak mendapatkan sepeserpun, karena kadang sudah h
abis
untuk keperluan masjid, tapi aku lakukan itu dengan senang hati dan
iklas. Sementara ini aku benar2 ingin mengabdi pada Masjid ini, sebagai
tanda
terimakasih ku. Aku tak mau bersusah payah kesana kemari mencari
pekerjaan, Aku percaya kelak masjid ini pula yang akan memberiku jalan
memperoleh pekerjaan.

Kadang malam hari aku duduk2 diteras masjid, mengobrol dengan pak tua.
Dia bercerita kalau anak2nya masih ada di kampung, tapi dia juga tak mau
merepotkan anak2nya. Selama masih kuat, dia tak mau merepotkan orang
lain. Lalu saat giliran aku cerita, kadang aku bingung harus cerita apa..
question
Apa aku ceritakan kalau dulu aku pernah naik kapal pesiar keliling eropa,
atau aku pernah menginap di hotel mewah di las vegas, atau aku punya
apartment mewah di Australia..Ahh pasti dia akan tertawa dan menganggap aku
berhayal, sebab jangankan tinggal dihotel, sekarang ini uang yg aku
punya tak lebih banyak dari 20ribu..

Dulu tiap minggu aku bisa membeli peralatan make up, eye shadow,
lipstick, dll jutaan rupiah. Sekarang ini make up ku hanyalah air wudhu ku
tiap
aku shalat. Tetapi justru banyak yang mengatakan kalau wajahku tetap
bersih cantik, alami. Kadang orang berpikir aku masih memakai make up.
Yah..mungkin Allah yang memakaikan make up untuk ku. Kecantikan datang
dari dalam. Inner Beauty. Banyak yg bilang, dengan mata sipit ku
dibalik kerudung, aku terlihat cantik.

Tak terasa aku sudah hampir 2 tahun menetap di masjid itu, anakku sudah
sekolah di SD dekat masjid milik suatu yayasan dan tanpa membayar
sepeserpun. Aku hanya membelikan seragam dan alat2 sekolah. Bahagianya
hatiku melihat anakku sudah masuk sekolah..oh, seandainya mas Fariz
masih ada dan melihat anak kita dihari pertama pergi ke sekolah.. Anakku
rupanya tumbuh besar dalam keprihatinan, sehingga dia sangat tahu diri, dia
tak
pernah sekalipun merengek2 minta dibelikan ini itu seperti layaknya
anak2lain. Pernah hatiku amat terenyuh. Ketika dia pulang sekolah dengan
kaki telanjang, sambil menenteng2 sepatunya. Sambil tertawa, tanpa mengeluh,
dia malah menunjukan sepatunya kepadaku "Ma, sepatu Faisal udah minta
makan". Maksudnya sepatunya udah robek depannya, seperti mulut minta
makan. Melihat dia tertawa, akupun ikutan tertawa, walau hatiku rasanya
ingin menangis. Andai dia tahu, dulu mamanya selalu memakai sepatu
berharga jutaan rupiah, sekarang ini membelikan sepatu anaku yg
murahpun aku belum sanggup. Alhasil selama 2 hari anakku kesekolah memakai
sepatu yg robek itu, sampai akhirnya aku belikan sepatu bekas. yg lebih
layak
dipakai. Aku bersyukur mempunyai anak yg amat tahu diri. Tak mau
membebani ibunya. Memang anak yg shaleh akan menjadi bekal yg amat bernilai
buat
orang tua. Pak Imam masjid kadang menengok kami, dan menanyakan keadaan
kami. Dia sering cerita, gimana istri n
abi Muhammad dulu hidupnya jauh
lebih menderita, tetapi tetap tabah menghadapi cobaan dan tak goyah
keimanannya. Beliau kadang bilang, kalau aku pasti akan jadi ahli
surga. Berulangkali dia bilang, kalau orang lain gak akan mungkin sanggup
menghadapi cobaan ini, tapi aku tetap bertahan memegang keyakinan,
meninggalkan kenikmatan dunia yg justru pernah aku peroleh.

Suatu siang, aku melihat ada mobil datang ke halaman masjid, dari dalam
mobil itu keluar 2 orang yg aku masih kenal. Yang satu perempuan
bernama tante Grace, yg satunya lagi laki2 oom Albert. Mereka berdua
merupakan
lawyer untuk perusahaan dan keluarga kami. Entah gimana mereka bisa
mengetahui aku ada disini. Mereka membawa sebundel amplop, dan mengajak
aku berbicara. Aku bisa lihat mata tante Grace yg memerah menahan air
mata sewaktu dia melihat tempat aku tinggal. Bahkan oom Albert suaranya
bergetar seperti lehernya tersekat menahan sedih. Mereka katakan diutus
oleh orang tua kami. Karena orang tua kami sudah tahu gimana keadaan ku
sekarang. Mereka katakan didalam amplop yg mereka pegang isinya surat2
bank, ATM, Ijasahku, yg bisa aku miliki lagi. Bahkan aku dijemput untuk
pulang ke rumah mama papa ku. Sejenak aku berbahagia, aku pikir orang
tuaku sudah terbuka hatinya, aku bisa pergunakan uang yg cukup banyak
itu untuk hidup yg lebih baik dgn anakku. Tetapi dengan suara terpatah2 om
Albert melanjutkan, bahwa mama dan papa memberi syarat. Ketika aku tanyakan
apa syaratnya. Mereka berdua nyaris tak sanggup melanjutkan pembicaraan.
Tante Grace makin menunduk menahan tangis. Akhirnya om Albert mengatakan
kalau syaratnya aku dan anakku harus kembali ke keyakinan yg dulu aku anut.
Saat itu juga aku langsung menjawab, kalau aku tak akan mau menerima amplop
itu, dan aku katakan agar kembalikan ke orang tuaku. Mereka amat sangat
minta maaf padaku, karena mereka tahu aku tersinggung. Tapi aku juga
sadar mereka hanya menjalankan tugas. Bahkan tante Grace menambahkan, andai
mengikuti hati nurani pasti mereka udah serahkan itu amplop pada ku
tanpa syarat apapun, tapi mereka terikat profesi mereka.

Akhirnya mereka pamit meninggalkan ku. Tapi beberapa saat kemudian
mereka balik kembali menemui ku, aku pikir mereka akan membujukku. Tapi
rupanya mereka berinisiatif memfoto copy ijasah2 ku dan menyerahkan copynya
ke
aku. Mereka lakukan atas inisiatif mereka sendiri, walau dengar resiko
kehilangan pekerjaan. Mereka katakan hanya itu yg bisa mereka bantu
untukku. Oh terima kasih Tuhan... Sedikit2 Tuhan memberikan jalan untuk
ku. Akhirnya aku punya bukti kalau dulu aku pernah sekolah tinggi sampai di
luar negri.

Rupanya Tuhan sudah cukup mengujiku, dan sepertinya aku mulai diberikan
rewards atas ketabahanku selama ini. Tuhan mulai memberikan jalan yg
terang untuk ku.

Suatu pagi di halaman masjid tampak 2 orang perempuan yg sedang
mengamati bangunan masjid. Satunya seorang bule entah dari negri mana,
sedangkan
satunya lagi perempuan lokal.

Kebetulan pak tua sedang di halaman, sehingga mereka menghampirinya,
masjid tsb memang unik, karena merupakan bangunan tua, dengan
arsitektur melayu kuno, sehingga kadang sering dikunjungi orang, dan
biasanya pak
tua lah yg menjadi juru bicara, karena memang dia yg tahu sejarah masjid
tsb. Akupun banyak mendapat carita dari pak tua tentang masjid tsb sehingga
aku tahu banyak pula tentang sejarah masjid tsb.
Aku hanya perhatikan dari jauh, dua orang pengunjung itu ngobrol dengan
pak tua, sampai akhirnya aku lihat si bule agak kebingungan. Didorong
rasa ingin tahu, aku hampiri mereka. Dengan sopan aku perkenalkan diri, dan
menawarkan diri untuk membantu. Ternyata si bule itu adalah mahasiswi
arsitektur dari Australia yg sedang melakukan study, sedangkan
pendampingnya adalah mahasiswi arsitektur dari univ. T di kotaku yg
bertugas sebagai penterjemah, panggil saja '
Retno'. Rupanya si
mahasiswi lokal tsb kurang lancar bahasa Inggrisnya sehingga membuat si bule

kadang kebingungan mendengar terjemahan cerita dari pak tua. Dengan sopan
pula
aku ajukan diri untuk membantu sibule itu. Dengan bahasa inggrisku yg
sangat lancar aku ceritakan dari awal sampai akhir semua tentang masjid
tsb. Aku ajak pula berkeliling ke tiap sudut masjid. Si bule tambah
takjub ketika aku katakan pernah study di negrinya.
Retno terus memandangiku
setengah tidak percaya tentang diriku. Setelah puas mendapatkan
informasi, sebelum pulang
Retno berjanji akan menemui ku kembali segera, ada
yg
ingin dia tanyakan lebih banyak ttg diriku katanya. Aku dengan senang hati
akan menerima kedatangannya kapan saja.

Beberapa hari kemudian
Retno memang benar2 kembali datang menemuiku,
kali ini dia sama sekali tidak membicarakan perihal arsitektur masjid. Tapi
tentang diriku. Dia amat ingin tahu tentang diriku, akhirnya aku
ceritakan dari awal sampai saat ini perjalanan hidupku ini. Dia amat
bersimpati
dan berkeinginan menolong ku. Walau aku tidak mengharapkan pertolong orang
lain, tapi aku hargai niatnya membantuku. Dia bilang dengan pendidikan
ku dan kemahiranku berbahasa asing, pasti aku akan dapatkan pekerjaan,
apalagi aku sekarang sudah mempunyai bukti fotocopy ijasah ku. Kira2
seminggu kemudian dia kembali datang kepadaku, dan menyuruhku membuat
surat lamaran, bahkan dia sendiri yg membawa kertasnya dan amplopnya.
Dia katakan di rektorat univ memerlukan beberapa tenaga honorer. Aku
terharu ada orang lain yg peduli mau membatuku tanpa pamrih, aku ucapkan
banyak
terimakasih padanya. Bagiku dia seperti diutus Tuhan untuk menolongku.
Tak lama kemudian aku mendapat kabar gambira, aku dipanggil menghadap ke
rektorat universitasnya untuk test dan wawancara. Sebelum berangkat aku
shalat memohon kapada Allah agar diberikan kelancaran. Anakku aku
titipkan pak tua, yg memang sudah aku anggap sebagai orang tuaku sendiri.

Alhamdulilah semua test aku lalui dengan lancar, bahkan sewaktu
wawancara bahasa Inggris, justru akulah yg lebih menguasai ketimbang yg
mewawancaraiku. Dia sampai menyerah, dan mengatakan bhs inggrisku udah
perfect melebihi kemampuan dia.
Tak sampai seminggu kemudian,
Retno mendatangiku lagi, kali ini dia
tampak gembira sekali, dia katakan dalam beberapa hari aku akan mendapat
surat
dari rektorat, yg isinya penerimaan aku sebagai karyawan. Dia bisa
lebih dulu tahu karena ada temannya yg bekerja disana. Langsung aku menuju
masjid dan bersujud sukur lama sekali. Aku merasa telah lulus segala
test yg diujikan Allah terhadapku. Memang kadangkala aku sering bertanya
pada Allah, apakah karena aku mualaf sehingga Allah kurang percaya dengan
keimananku, sehingga perlu mengujinya dengan ujian yg amat berat.

Walau sebagai karyawan honorer tapi aku sudah bersukur, yg penting aku
sudah memperoleh penghasilan yg layak. Kerjaanku membantu bagian
keuangan di rektorat, memang sesuai dengan ilmuku, tetapi mulai banyak orang
yg
tahu kalau aku lulusan dari luar negri. Setiap ada seminar dan
memerlukan makalah dalam bahasa Inggris pasti aku yg diberikan tugas
tambahan
untuk menyusunnya. Akupun banyak membantu menterjemahkan litelatur2 asing
untuk dipergunakan para mahasiswa. Nyaris sejak 3 tahun terakhir, aku tidak
pernah membeli baju baru. Dengan gajiku sekarang aku sudah bisa membeli
lagi. Aku amat sangat senang bukan main, bisa membelikan pakaian yang
bagus2 untuk anakku. Bahagia rasanya melihat anakku bisa aku berikan
pakain yg layak. Pakaian sekolahnya yg sudah menguning, sekarang sudah
aku belikan yg baru putih bersih, dan juga sepatu baru. Sepatunya yg dulu
robek, masih aku simpan sebagai kenangan.
Beberapa bulan kemudian aku sudah mampu mengontrak rumah sendiri,
sebelum aku meninggalkan masjid tsb tak lupa aku berpamitan kerumah pak
Imam,
aku ucapkan banyak terimakasih atas pertolongannya, beliau katakan yg
menolong bukan dia tetapi Allah SWT yg menolongku. Aku peluk dia lama
sekali,
dan aku katakan dahulu aku mengucapkan syahadat didepan dia, dan aku tak
akan pernah mengingkarinya seumur hidupku, apapun yg terjadi. Sebelum pergi,
aku sempat memandangi kamarku untuk terakhir kali, sempat beberapa
menit aku tertegun, membayangkan, mungkin kelak ruangan ini akan dipakai
oleh
orang2 yg senasib seperti aku.....Aku berharap Semoga Allah memberi
kekuatan.Setelah aku melewati segala cobaan, Tuhan tampaknya terus menerus
memberikan semacam rewards kepadaku, belum genap setahun aku bekerja,
pihak rektorat meberikan kabar, kalau statusku akan di tingkatkan
menjadi karyawan tetap, bahkan beberapa dosen senior sudah menawariku untuk
membantu mengajar. Memang rekan2 kerjaku mengatakan, kalau karirku
bakal amat bagus, karena orang dengan kemampuan sepertiku amat dibutuhkan.
Mereka bilang, kesuksesanku hanya menunggu waktu saja. Aku hanya bisa
mengucap puji syukur Alhamdulilah. Andai dulu aku sering berdoa dengan
linangan air mata kesedihan, sekarangpun aku masih sering menangis
ketika berdoa, tapi kali ini aku menangis bahagia.

Sampai saat ini aku masih sendirian, aku bertekad membesarkan anakku
sebaik2nya, bagiku aku masih merasa istri dari mas Fariz. Masih sulit
rasanya menggantikan dia dihatiku. Seperti yg aku pernah katakan, dia
bukan hanya suami, tetapi soulmate ku, dan tak tergantikan. Tetapi
entah kalau Allah mempunyai rencana lain untukku. Tiap memandang anakku, aku
seperti melihat mas Fariz. Seperti dia masih mendampingiku.

Alhamdulilah dengan penghasilanku sekarang ini aku kini bahkan sudah
mampu membeli sepeda motor untuk keperluan transportasiku. Kadang diakhir
pecan aku berboncengan dengan anakku jalan2 rekreasi. Kadangkala aku sengaja
lewat depan rumah orang tuaku, sambil aku katakan bahwa itulah rumah
opa dan oma. Sering anakku bertanya, "Ma kapan kita pergi main kerumah
oma-opa? " Aku tak bisa menjawab, karena menahan air mata...
Walaupun begitu aku terus berdoa, semoga suatu saat kelak, kedua
orangtuaku dibukakan pintu hatinya, kalaupun tidak mau menerima aku
lagi, mohon terima anakku, cucunya, darah daging mereka sendiri.

Wassalam,

Previous
Next Post »
Show comments
Hide comments